Rabu, 11 November 2009

Meruntuhkan Paham Sesat Kebangsaan “Pokok-pokok pemikiran Lenin dan Stalin” Pembedah: Saiful HaQi

“Tidak ada peraktek Revolusioner
Tanpa Teori Revolusioner”.
( V I. Lenin )


Buku yang tapis berjumlah 200 halaman ini sangat kaya akan sebuah kajian teoritik dan sangatlah menarik untuk dibedah bagi kalangan aktifis gerakan bahkan mungkin jadi buku pegangan, karena senantiasa berdekatan dengan persoaln-persoalan politik. Apalagi bagi anggota SMI sebagai aktifis gerakan yang mengkarakterkan dirinya progressif demokratik tentu haruslah faham betul akan makna sebuah bangsa, dari percikan-percikan pemikiran Lenin dan Stalin seorang tokoh berkaliber internasional bagi kalangan gerakan kiri yang anti Imperialis, maka sangatlah relefan kiranya dalam kajian kebangsaan ini dengan “Garis Politik Pembebasan Nasional Dari Imperialisme”sebagaimana kita yakini dan diperjuangkan.

Kawan-kawan sekalian yang terhormat….
Ditengah-tengah zaman yang sangat liberal dan jahiliah ini, dimana semangat dan rasa cinta terhadap bangsa ini semakin menipis dikalangan pemuda mahasiswa, sangatlah tercermin bagaimana kehidupan massa rakyat saat ini, krisis kepercayaan terhadap rezim komperador, kesulitan himpitan ekonomi telah menciptakan gerkan sparatisme dan gerakan primordial di daerah-daerah yang mengancam sebuah persatuan yang telah lama dibangun puluhan tahun lamanya oleh pendahulu kita, Soekarno “Nation State Carakter Bulding”.

Sebuah karya ilmiah yang di kaji oleh SARDO dalam menyelesaikan tugas akhirnya, yang mana pada situasi tidak demokratis dan dihadapkan dengan tingkat represifitas rezim sangtalah tidak mudah bagi pemuda yang berkelahiran di tanah Jakarta ini untuk mendapatkan kajian-kajian ilmiah yang selama ini masih dilarang ( TAP – MPRS ) tantang aliran Mrxisme, Leninisme dan Komonisme.

Sangatlah tidak mudah kita fahami tentang apa sebenarnya bangsa itu dan bagaimana praktek pembangunan bangsa dipelbagai negara, serta apa atau unsur yang mempengaruhi lahirnya sebuah bangsa, lantas apakah dengan lahirnya bangsa adalah akhir dari tujuan perjuangan??? Pokok-pokok pikiran Lenin dan Stalin ini tentu menggunakan sebuah pendekatan materialisme sebagai cara berpikir dan analisa kelass dalam mengkaji sebuah bangsa, bagaimanapun juga sesungguhnya penindasan kapitalisme tidaklah mengenal batas-batas negara-bangsa (nation state) dalam istilah Lenin dan Stalin “oppressor nation” bangsa penindas dan “oppressed nation” bangsa tertindas (namun hal yang perlu kita pahami tidaklah selinier hubungan antara buruh dengan tuan kapitalis dalam penindasan antar bangsa), sebagaimana terjadi pada masa-masa VOC di Indonesia. Kareana pada dasarnya penindasan antar bangsa seringkali perlu kajian yang mendalam dan analisa yang konkrit jika kaum gerakan kiri tidak jeli melihat kondisi tersebut akan terjebak pada perang borjuis (kepentingan modal) yang seringkali mmenggunakan atas nama rakyat dan bangsa.

1. Apa Bangsa itu?.
Memperbincangkan persoalan bangsa sebenarnya banyak para pakar yang mengkaji-nya katakanlah bagaimana menurut pandangan Ernest Renan (1823-1892) pemikir perancis dalam pembentukan sebuah bangsa dan syarat-syarat terbentuknya, pengertian Ernest Renan terahadap bangsa dalam bukunya “Questce qu’une nation?” Apa bangsa itu?, adalah jiwa suatu asas rohani, dimana jiwa / rohani didasari atas duahal, pertama: adanya kenangan bersama atas kepemilikan bersama di masa lalu, kedua: kesepakatan / persetujuan, hasrat yang kuat untuk hidup bersama di masa kini dan seterusnya. Oleh karena itu Renan menegaskan bahwa bangsa suatu solidaritas yang berskala besar dengan bentuk kesadaran bahwa manusia yang sudaah banyak berkorban di masa lalu, maka bersedia untuk berkorban di masa mendatang. Dalam prespektif Renan ini tidak melihat peranan bahasa, ras, dan agama, bahkan factor geografispun tidak menjadi yang utama.

Sedangkan menurut B.Anderson yang lebih menggunakan pendekatan kultural atau secara antropologis, Anderson mengartikan nation atau bangsa adalah “suatu komonitas politis dan dibayangkan (imagined) sebagai suatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan”.
Bangsa yang dikatakan sebuah komonitas oleh Anderson karena dapat dipahami sebagai kesetiakawanan, persaudaraan yang sangat mendalam secara horizontal antara sesama warga bangsa itu sendiri dalam persatuan kedepan geografis.

2. Marxisme dan kebangsaan.
Dalam tubuh gerkan kiripun perdebatan persoalan bangsa sangat alot dan menjadi perhatian khusus, sehingga bagaimana konsep kebangsaan ini menjadi pengertian dan rumusan tersendiri di kalangan gerakan kiri, hal tersebut dapat kita lihat perdebatan atau perbedaan pandangan antra Lenin dengan Luxemburg, dan aktivis gerakan kiri lainnya seperti Trotsky dalam memandang sebuah bangsa, serta bagaimana Stalin merumuskan pengertian sebuah nation itu.

Dari perdebatan dikalangan gerakan kiri yang dapat saya kutip dalam buku ini adalah pandangan Lenin dengan Luxemburg tentang sebuah bangsa yang mana menurut pandangan Lenin sebuah bangsa memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri “the right of nation of self determination of nation” karena Lenin meyakini dengan kemajuan ekonomi rusia dibawah sosialisme akan menyatukan kembali dari bangsa-bangsa yang memisahkan diri, yang ini juga diperkuat oleh artikel-artikel Stalin dalam membahas nation dalam menanggapi argumen-argumen Luxemburg.

Sebaliknya menurut pandangan Luxemburg mengkhawatirkan akan hak bangsa dalam menentukan nasib sendiri, karena ini bisa dimanfaatkan oleh kekuatan borjuasi bangsa tertindas dalam menguatkan posisi modalnya yang sebelumnya ditindas oleh borjuasi penindas, sehingga bukan membebaskan kelass buruh dan memperlama dalam mencapai tujuan sosialisme kelas buruh. Dari pandangan Luxemburg ini sebagai rekan diskusi bagi Lenin telah memberikan perhatian yang cukup mendalam mengkaji sebuah bangsa.

Dari beberpa pandangan dan perdebatan diatas itu kita dapat menilai betapa peliknya persoalan bangsa ini, selanjutnya kita akan mengkaji bagaimana pokok-pokok pemikiran Lenin dan Stali dalam persoalan bangsa yang ini juga menjadi panduan gerak Bolshevik dalam membangun nation pada revolusi Rusia. Serta kita juga akan mengetahui apa syarat yng menjadikan sebuah bangsa, seperti yang di jelaskan dalam buku kecil ini teori bangsa ini lahir bersamaan dengan lahirnya kapitalisme.

Stalin sebagai petugas khusus yang mengkaji sebuah bangsa sebagaimana yang ditugaskan oleh Lenin dalam Bolshevik, mendefinisikan bangsa sebagaimana berikut:

Sebuah bangsa adalah suatu komonitas orang-orang yang stabil, terbukti / ternyatakan secara histories (objektif adanya: ket.pembedah), terbentuk di atas basis kesamaan bahasa, wilayah kehidupan ekonomi, dan make-up psikologisyang termanifestasikan dalam kesamaan budaya. (STALIN)





3. Unsur-unsur Terbentuknya Bangsa.
Dengan jelas Stalin mendefinisikan nation state dan unsur-unsur apa saja yang mempengaruhi akan kelahiran bangsa, sebagaimana juga yang di perkuat oleh Stalin “…bahwa bangsa bukan semata-mata kategori historis, akan tetapi kategori historis milik dari sebuah masa tertentu, yaitu masa kebangkitan kapitalisme”. Beberapa hal yang perlu di garis bawahi dalam definisi tersebut, agar mudah kita pahami yaitu:

 Pertama; komonitas yang stabil (yang di maksud bukan suatu komonitas yang bersifat rasial, etnis maupun suku), tebukti dalam kenyataan histories, artinya komonitas masyarakat stabil yang lahir di masa masyarakat kapitalis.
 Kedua; kategori historis masa kapitalisme, karena bangsa dapat kita ketahui lahir pada masa tumbuhnya kapitalisme dan hancurnya feodalisme, seperti yang di terangkan oleh Lenin tubuhnya kapitalisme menuntut suatu wilayah yang luas dan kesamaan, kekompakan ekonomi politik termasuk juga pembagian kerja. Hal ini yang turut mempengaruhi kelahiran nation state.
 Ketiga; kesamaan bahasa, turut mempengaruhi akan proses kelahiran bangsa karena bahasa sebagai alat komonikasi antar manusiabaik menyangkut politik, ekonomi (perdagangan bebas) atau pendidikan.
 Keempat; kesamaan wilayah, artinya secara geografis dimana suatu komonitas stabil tersebut melakukan aktifitas ekonominya dan dimsna tempat komonitas tersebut berhubungan secara terus-menerus dan sistematis dari generasi ke generasi, karena tanpa adanya kesaman wilayah ini sangat mempengaruhi akan terbangunnya bangsa.
 Kelima; kesamaan proses ekonomi, pandangan Lenin dan Stalin atas hal tersebut karena sebuah bangsa suatu produk dari formasi sosio-ekonimi kapitalisme yang disetiap perkembangannya di beberpa negara tidak sama.
 Keenam; kesamaan budaya adalah suatu karakter dalam pembangunan nation state, karena kesamaan budaya ini sebagai manifestasi dari karakter nasional “mike up psikologis” dalam istilah Lenin dan Stalin, hal tersebut adalah suatu kondisi objektif yang tak dapat di raba namun mempengaruhi bagi budaya sebuah bangsa “national culture”.

Kawan-kawan yang terhormat....
Memahami sebuah bangsa tidaklah mudah ternyata bagi kita sebagai kaum pergerakan “pembebasan nation dari belenggu imperialisme”, dari perdebatan dan pemahaman teoritik di atas meberikan pembelajaran tersendiri agar lebih waspada dan teliti melakukan perjuangan kedepan, serta dapat kita kombinasikan dengan arah perjuangan kedepan, dalam hal ini dapat kita lihat dalam konteks kenusantaraan dalam membangun sebuah negara bangsa / nation state.

4. Pembangunan Nation State Dalam Konteks Nusantara.
Dalaam konteks kenusantaraan dalam proses pembentukan nasional merupakan sebuah sejarah panjang dalam setiap fasenya yang mana meiliki karakteristik tersendiri, Indonesia yang terdiri dai pelbagai suku bangsa dan bahasa dengan jumlah penduduk kurang lebih 228 juta jiwa yang mendiami di setiap kepulauan nusantara, dari suku jawa, madura, sasak, batak, melayu, betawi, bugis dan sebagainya. Akan tetapi beberapa hal yang dapat kita lihat walaupun terdiri dari pelbagai suku bangsa masyarakat Indonesia berasal dari satu rumpun bangsa.

Kontemporer ini banyak sekali gerakan sparatisme (GAM, MRS, Papua Merdeka) hingga terpisahnya Timor-timor, upaya memisahkan diri dari NKRI hal tersebut tentu bukanlah hal yang tabu bagi kita dalam melihatnya, karena kalau kita pahami secara sederhana kondisi tersebut tidak lain suatu upaya bangsa dalam hak menentukan nasib sendiri “the right of nation of self determination of nation”. Ketika suatu krisis kepercayaan dan ketidak sejahteraan ekonomi ( kebutuhan sandang, pangan dan papan) bagi rakyat maka hal tersebut akan memancing tumbuhnya suatu sparatisme, ketika kesejahteraan dan rasa aman dinikmati dan dirasakan oleh rakyat kemungkinan upaya memisahkan diri dari NKRI tidak mungkin terjadi, bukankah persatuan itu relative dan perjuangan itu hal yang pasti dalam kehidupan.


Setelah kita tahu hal tersebut maka suatu kewajiban bagi kaum pergerakan terlibat langsung dalam proses gerakan perjuangan pembebasan nasional dari belenggu imperialisme, tenpa terkecuali anggota Serikat Mahasiswa Indonesia yang meiliki garis politik anti Imperialisme. Dengan demikian tentunya bagi kaum gerakan terus memperkeras diri dalam situasi yang semakin keras, serta dengan mengibarkan panji-panji perlawanan dan meningkatkan militansi, karena tidak ada jalan lain bagi kita “mendidik massa rakyat dengan semangat pergerakan dan mendidik penguasa dengan perlawanan….”




-( Selamat Berdiskusi, Memahami Dan Berjuang )-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar