Kamis, 11 November 2010

"Working Class Hero"

"John Lennon"

As soon as your born they make you feel small
By giving you no time instead of it all
Till the pain is so big you feel nothing at all
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be

They hurt you at home and they hit you at school
They hate if you're clever and they despise a fool
Till you're so fucking crazy you can't follow their rules
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be

When they've tortured and scared you for twenty odd years
Then they expect you to pick a career
When you can't really function you're so full of fear
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be

Keep you doped with religion and sex and TV,
And you think you're so clever and you're classless and free,
But you're still fucking peasants as far as I can see,
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be

There's room at the top they are telling you still
But first you must learn how to smile as you kill
If you want to be like all the folks on the hill
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be
A working class hero is something to be

If you want to be a hero, well just follow me
If you want to be a hero, well just follow me

Rabu, 03 November 2010

“KONSEP KONSTITUSIONALIS DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE”

By: Saiful Hakki

PENDAHULUAN
Demokrasi adalah kata kunci yang selalu di dambakan dari setiap Negara moderen, dan globalisasi suatu propaganda yang terus di gencarkan oleh Negara-negara maju dengan semangat neo-liberalismenya, demikinlah suatu gejolak dalam fenomena perjalanan nation kita dalam menciptakan suatu system kenegaraan dan menjalankan konstitusinya dengan berpaling arah tanpa mengenal asal muasal sejarah perkembangan masyarakatnya, sehingga dapat di lihat suatu kenisbian dan keremang-remangan dalam menjalankan roda kepemerintahan yang baik ( Good Governance ) serta pengabdian untuk rakyat, bangsa dan Negara. Banyak teori yang di adopsi oleh Negara Indonesia dalam menjalankan suatu Negara dan system ke-Birokrasiannya namun pada perkembangannya membawa Negara kita pada sebuah lingkaran setan yang hal ini sangat tidak di inginkan oleh founding fathers dan para pejuang kemerdekaan terdahulu.
Tentunya sejak bergulirnya reformasi dan runtuhnya rezim ORBA Indonesia mendapatkan angina segar dan mulai terbukanya kran-kran demokrasi, yang telah melahirkan banyak konsepsi bagaimana seharusnya nation ini di bangun kembali, mulai dari perubahan sruktur kepemerintahan, pembagian kekuasaan dari pusat ke-daerah ( baca: OTODA ), hingga regulasi atau kebjakan-kebijakan yang ini di anggap mampu merombak system birokrasi yang syarat di katakana KKN di masa ORBA dengan system otoritarianisme-nya.
Tantangan bagi Indonesia kedepan dalam menjalankan system kenegaraannya di abad-21 ini dihadapkan dengan pelbagai tantangan dan problem yang menerpa bangsa ini untuk terus berikhtiar/berupaya bangkit dari keterpurukan dari segala krisis multi dimensi yang tentunya bagaimana menjalankan dan mengembalikan konstitusi bangsa ini pada relnya dengan mewujudkan cita-cita suatu bangsa, sebagaiman yang telah disampaikan oleh Soekarno dalam pidatonya di depan anggota Dewan Konstituate pada tanggal 10 November 1956, di mana menegaskan dengan jelas “bukan Negara feudal, bukan negara kapitalis, bukan Negara proletar……”, tetapi, Negara milik seluruh rakjat dan tudjuannya pun karena itu tidak boleh tidak haruslah keselamatan dan kesedjahteraan seluruh rajat.”( dikutip dari; brosur “Susunlah Konstitusi Jang Benar-benar Konstitusi Res Publica”, halaman: 19).
Dari sinilah kita dapat memulai menganalisa dan mengkaji secara kritis tentunya dari kesalahan-kesalahan peraktek dalam keberlangsungan menjalankan suatu berbangsa dan bernegara yang lebih baik, serta bersih dari pemerintahan yang tidak berpihak kepada rakyat, sebaliknya terciptanya clean government dan good governance, yang kesemuanya betul-betul untuk kemajuan rakyat dan Negara Indonesia bukan Negara-negara Imperialis yang menanamkan modalnya maupun memberikan hutang “hibah” di negri ini sehingga mengakibatkan terampasnya kedaulatan Negara Indonesia dan membawa pada ambang ketergantungan dari segala bidang “ekonomi, politik, hukum, budaya, dan social” dibawah dominasi Neo-kolonalisme, maka tidak heran jika pada masa kepemimpinan Soekarno sering meneriakkan “Go To Hell With Your Aid” pergilah ke neraka dengan bantuanmu, yang mana pada dasarnya hal tersebut untuk membngun suatu Negara bangsa “nation state” sejatinya memiliki kedaulatan secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkripadian secara budaya, bukannya ketergantungan pada negara maju.
Lantas dari mana kita awali dalam membangun Negara kita dengan konstitusi yang berpihak pada rakyat, pemerintahan yang bersih dan baik yang kesemuanya di peruntukkan dan di abdikan pada rakyat baik tenaga maupun pikiran. Hingga tercipta suatu sejatinya demokrasi di Negara kita. Dalam tulisan ini saya akan membahas bagaimana menciptakan suatu bangsa yang dan pemeintah bervisi kerakyatan, demokratis, mandiri dan efektif.

PEMBAHASAN
 Sekelumit Sejarah Kehidupan Konstitusi Indonesia

Petjuangan bangsa Indonesia untuk memiliki sebuah konstitusi, sebuah Undang-Undang Dasar yang menjadi segala sumber dari segala undang-undang dan regulasi maupun ketetapan bukanlah suatu perjuangan yang baru. Akan tetapi juga bisa dikatakan sama tuanya dan lamanya dengan perjuangan rakyat Indonesia atau perjuanagan sebuah bangsa yang moderen dengan mncita-citakan sebuah bangsa bersifat kolonial menjadi bangsa yang merdeka dan demokratis. Tentnya sudah menjadi keharusan bahkan kalau bisa dikatakan sebagai syarat dalam membangun dan mengatur suatu struktur nasional, dimana anatara lain iyalah konstitusi Negara, sebagai aturan main dalam menjalankan roda organisasi ( Negara ).
Politik etis pada tahun 1901 atau politik balas budi kolonialisme belanda memberikan arti penting terhadap sejarah perjuangan bangsa dan konstitusi suatu Negara kita karena dengan lahirnya organisasi-organisasi modern sebagai alat perjuanagn dalam “pembebsan nation dari belenggu imperialisme”, hal ini dapat kita lihat dari suatu cita-cita perjuangan Boedi Oetomo ( BO ) dalam salah satu mosi yang dikeluarkan dalam rapatnya di bandung bulan agustus 1915, yang menyatakan tentang perlu adanya parlemen yang berhak membuat suatu undang-undang (konstitusi) yang berpihak kepada rakyat bumi putra, artinya bangsa Indonesia menginginkan suatu perumahan kenegaraannya sendiri bukan di bawah keingiginan colonial (terlepas dari catatan sebuah efaluatif akan organisasi BO).
Pada pertengahan bulan November 1918 terbentuklah suatu front persatuan nasional degan nama “Radicale Concentratie” yang keanggotaanya terdiri dari (SI, BO, Insulinde, Pasundan dan ISDV) dimana front tersebut dengan sikap tegasnya menuntut kepada pemerintah belanda untuk membentuk; “sebuah majelis nasional sebagai -parlemen pendahuluan- untuk menetapkan hukum dasar (grendwet) sementara. Beberapa minggu kemudian konsentrasi ini mengajukan keinginannya supaya selekas mungkin diadakan parlemen (volkstraad)”.
Terakhir kalinya dimasa kolonialisme belanda bangsa indonesia untuk terus berupaya memiliki sebuah konstitusi, menjadi program tuntutan perjuangan rakyat indonesia yang pada masa itu terwadahi oleh GAPI (Gabungan Partai Politik Indonesia) yang tegabung didalamnya antara lain; Perindra, Gerindo, Pasundan, PSII, PII dan PPKI. Mengenai tuntutan tersebut yang diperjuangkan oleh GAPI pada bulan Februari 1941, yaitu dalam sebuah konstitusi negara bukan hanya pembangunan politik, tetapi juga soal keadaan masyarakat dalam hal kehidupan sosial dan ekonomi, yang berdasarkan demokrasi.
Setelah pendudukan fasisme jepang mengalami sebuah represifitas yang sangat menekan perjuangan rakyat, hingga pada perkembangannya dengan tekanan dari sekutu jepang menjanjikan kemerdekaan kepada indonesia dengan membentuk “BPUPK”, dengan sebuah janji kemerdekaan dan situasi politik eksternal perjuangan rakyat mulai di gencarkan kembali hingga meletus revolusi agustus 1945. Dengan demikian sejatinya sebuah negara yang baru merdeka indonesia membentuk sebuah konstitusi yang sejak itu terbentuk sebuah “Konstitusi Republik Indonesia-1945”, “Konstitusi Republik Indonesia sementara-1949” dan “Konstitusi Sementara RI-1950”.


Dengan demikian kita bisa memetik pelajaran atas perjalanan konstitusi negara kita, yang pada pokoknya ada tiga soal yaitu “(a) tentang organisasi negara, (b) tentang ekonomi, cita-cita, dan tuntutan bangsa dan rakyat indonesia pada sebuah tingkat sejarah masyarakat yang lebih tinggi, dan (c) tentang hak dan kebebasan dasar manusia.
Artinya setelah kita memahami sebuah perjalanan sejarah perjalanan bangsa ini, dari suatu kondisi geografis dan kondisi sosial kemasyarakatan, segala fenomena, gejala yang berkembang di indonesia baik yang hidup maupun tidak hidup kita dapat mewujudakan atau membuat sebuah konsepsi tentang konstitusi tersebut, yang mengarah lebih maju dan berkembang sesuai dengan cita-cita dan keinginan bangsa ini dalam suatu kehidupan ekonomin, politik, sosial, dan sebagainya.

Pengertian dan Konsepsi konstitusi.
Dalam membuat sebuah konsepsi konstitusi tentunya tidak sertamerta dalam mengatur dan membuatnya karena bagaimanapun sebuah konstitusi atau undang-undang dasar adalah suatu garis besar dari segala sesuatu yang menyangkut hubungan suatu negara, kekuasaan, ekonomi, politik,budaya social dan masarakat, selain itu-pula yang perlu di perhatikan menyangkut tata kehidupan dasar dan landasan negara dalam mewujudakan suatu bangunan negarannya.
Denagan demikian kita dapat memahami beberapa pemahaman dan pengertian tentang suatu konstitusi menurut beberapa pakar antara lain:

a) EC Wade : Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.

b) Herman Heller : Menamakan undang-undang dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan (lihat bukunya Verfasunglehre)

c) Carl Schmitt : Kosntutusi dalam arti absolut, seluruh keadaan atau struktur dalam negara, konstitusi harus menentukan segala apa dalam negara (dari mazhab politik).

Pemahaman dan pengertian trentang sebuah konstitusi menurut para pengamat di atas dapat kita rumuskan sebagai kesimpulan sementara, bahwa; Konstitusi dalam arti positif, merupakan suatu putusan tertinggi dari pada rakyat atau orang yang tergabung dalam suatu organisasi yang disebut Negara, dan konstitusi dalam arti ideal, segala wadah yang mampu menampung segala ide yang dicantumkan satu persatu sebagai konstitusi sebagai mana disebut dalam konstitusi dalam arti relative. Selain itu-pula dapat kita artikan suatu konstitusi dalam pengertian luas : adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar, dan konstitusi dalam pengertian sempit : berarti piagam dasar atau undang-undang dasar (Loi constitutionallle) ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar negara.
Seperti yang sudah dipaparkan dan di tulis pada awal pembahasan di atas dalam konteks kenusantaraan atau dalam konteks Indonesia sebagai Negara kesatuan dan Negara republic, kehidupan dan perjuangan suatu konstitusi beriringan dengan sebuah sejarah pergerakan kemerdekaan, yang artinya cita-cita bangsa dalam membentuk suatu freedom state dan national and character bulding, syarat yang perlu diperhatika bagaimana suatu masyarakat berkembang dan asal-usul bangsa (pada masa komune primitive, masa feodalisme, hingga masa kolonialisme “Imperial”).
Begitu pula dengan kehidupan konstitusi Negara kita pasca reformasi yang mengalami amandemen atas praktek dan kebutuhan dalam menata suatu bangunan pemerintahan yang baik secara pembagian kekuasaan “chek balance” pusat dan daerah dalam pola hubung struktur kenegaraan maupun tata keuangan, ekonomi, politik, social dan budaya (selanjutnya di atur dalam undang-undang, PERPRES, PERMEN, PERDA, dsb). Begitupun juga dalam pembagian kekuasaan dalam konteks trias politik (eksekutif,legislatif,yudikatif) sebagimana menurut teori Montesque.
Terlepas ada beberapa hal yang menjadi catatan kritis atas regulasi-regulasi pemerintah, sehingga jayalah perjuangan rakyat dan bangsa ini dalam membentuk kemandirian secara ekonomi, kedaulatan secara politik, dan berkepribadian secara budaya.

 Membangun Good Governance.
Mambangun sebuah pemerintahan yang baik “Good Governance” adalah harapan dari setiap warga Negara agar tercipta sebuah keberlangsungan hidup dalam berbangsa dan bernegara, terciptanya lingkungan social, politik dan ekonomi masyarakat yang adil dan sejahtera, aman dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan nilai dan prinsip dalam Good Governance secara universal antara lain adalah “kepastian hukum, transparansi, partisipasi, profesionalitas, dan pertanggung jawaban (akuntabilitas)”; yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan dengan nilai dan prinsip “daya guna, hasil guna, bersih (clean government), desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat”. Oleh karena itu beberapa tawaran solutif dan juga mengambil pelajaran dari beberapa pengalaman akan peraktek dalam pemerintahan yang baik “good governance” dari beberapa negara maju maupun berkembang yang ini bisa membangun martabat bangsa. Yaitu bagaimana membangun sebuah birokrasi serta Good Governance yang mengabdi atas kepentingan rakyat, artinya; “pemerintahan kerakyatan dan demokratis, pemerintahan yang mandiri (kedaulatan nasional), pemerintahan yang bersih dan efektif”.
Berikut ini beberapa study dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, dan mungkin bisa jadi suatu tawaran solutif dalam menjawab kebuntuan dalam perjalanan pemerintahan saat ini:

a) Pemerintahan kerakyatan dan demokratis.
Suatu pemerintahan yang merakyat bukanlah pemerintahan yang mengumbar popularitas dan janji-janji bagi masyarakat sebagai lips service, bukan pemerintah yang setiap tahunnya meminta kenaikan gaji dan bukan pula pemerintah yang hanya melakukan open house saja atau menaikkan anggran kebutuhan dinas (mobil,seragam,dsb) dengan cara study banding ke-luar negri. Akan tetapi suatu pemerintahan yang kerakyatan ini dapat kita lihat dari beberapa program dan kebijakannya apakah suatu kebijakan tersebut populis (untuk kesejahteraan rakyat) atau tidak populis, artinya suatu program kepemerintahan ini dapat populis apabila dapat di rasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam hal publik service, yang menyangkut kesejahteraan (sandang, pangan, papan), jaminan kerja dan pengembangan kebudayaan masyarakat.
Kurang lebih dari 200 juta jiwa rakyat indonesia dan hampir dari seluruh kekayaan alam tumbuh subur yang ada di bumi indonesi, suatu potensi dan kelebihan tersendiri bagi bangsa kita, akan tetapi suatu potensi yang tidak terkelolah secara baik dan tepat akan menjadikan suatu permasalahan tersendiri, sehingga dengan banyaknya sumber daya manusia memberikan tingkat pengangguran yang cukup dibilang fantastik di suatu negara yang kaya, walaupun dia bekerja pada dasarnya menjadi budak atau pekerja di negrinya sendiri dengan tingkat upah di bawah standard kehidupan layak.
Dengan kenyataan tersebut tentu dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik haruslah memperioritaskan kepentingan pulik/masyarakat, yaitu bagaimana dalam program pemerintah memberikan pelayanan kesehatan garatis bagi rakyat (tanpa adanya birokrasi yang rumit), adanya penyediaan perumahan bagi daerah-daerah tertinggal dan pengembangan pendidikan hingga menekan angka buta aksara, disediakannya lapangan pekerjaan dengan upah sesuai dengan kebutuhan hidup layak, pembangunan pemukiman-pemukiman warga dan sebagainya.
Sedangkan suatu pemerintahan yang demokratis, disini bukanlah suatu pemahaman demokrasi liberal yang hanya pilih memilih di saat PEMILU, berlomba-lomba menjadi CALEG. Tetapi suatu suatu pemerintahan yang demokratis adalah bagaimana membangun suatu organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang berpartisipasi langsung dalam pengambilan kebijan dalam suatu negara, baik dari tingkat nasional hingga daerah atau tingkat kota maupun desa (secara teritori), sehingga pandangan suatu masyarakat tidak lagi percaya pada figur atau induvidu yang hebat, akan tetapi karena mereka berfikir bahwa masyarakat memiliki pemimpin mereka sendiri dan pemimpin baru tersebut muncul setiap saat. Rakyat bukan mengikuti seorang pemimpin namun mereka bekerja untuk proyek mereka sendiri dan mencoba untuk membangun sebuah masa depan bagi diri mereka sendiri. Maka dari itu terciptalah suatu sejatinya demokrasi, pendidikan politik dan partisipasi masyarakat (partisipasi bukan hanya soal-pilih memilih).

b) Pemerintahan yang mandiri (kedaulatan nasional).
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, dimana bangsa indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945, yang ini telah mendapatkan pengakuan dari kalangan internasional sebagai negara yang merdeka secara deyure, lantas apakah kemerdekaan saat ini dapat di rasakan secara defacto?.
Pertanyaan yang menggelitik dan menguras pikiran ini banyak menimbulkan perdebatan dikalangan pengamat sosial politik, karena suatu ketergantungan dan dominasi asing dalam persoalan-persoalan dalam negri turut menentukan atas arah kebijakan pemerintahan kita saat ini, artinya bangsa yang dikatakan merdeka ternyata masih belum memiliki kedaulatan secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya, yang ini lahir dari rahim bangsa indonesia sendiri.
Indonesia yang meiliki letak geografis yang strategis di asia tenggara dan memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah, serta masyarakat yang homogen sangatlah berpotensi untuk meningkatkan dan memajukan sebuah negaranya, akan tetapi suatu persoalan yang ini tidak membuat peraya diri bagi kalangan pemerintahan, sehingga mengarahkan bengsa kita dalam suatu kerangka percaturan global dan sebagai konsekuensi dari hal tersebut adanya suatu hegemoni dan ketergantungan dari segala bidang kehidupan terhadap negara-negara maju. Suatu ketergantungan terhadap dunia ketiga adalah suatu taktik yang dilakukan oleh negara pertama dalam membangun daerah-daerah koloninya dengan model baru yang ini dapat kita lihat dari suatu metamorfosa perubahan sistem global, mulai sejak kolonialisme, keynesianisme, developmentalisme (lepas-landas) dan neo-liberalisme saat ini, tidak terlepas pula dengan kondisi negara indonesia yang kita ketahui sebagai negara dunia ke-3.
Dari beberapa persoalan diatas setidaknya menjadikan bahan reflektif bagi kita sebagi penerus bangsa kedepan, bagaimana membangun suatu kedaulatan nasional yang tidak menggantungkan diri terhadap negara-negara maju, dengan demikian beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam menjalankan program-program sosial kerakyatan harus menjadi target dalam pembangunan kedepan, yaitu meningkatkan perekonomian nasional dengan membangun industrialisasi nasional dan menasionalisasikan asset-asset (BUMN) yang hari ini telah di privatisasi dan dimiliki oleh corporasi asing sepeti TNC/MNC, dengan kekuatan ekonomi nasional maka ketergantungan terhadap negara-negara luar. Selain itu yang tidak kalah pentingnya pula bagaimana memutus hubungan dengan lembaga-lembaga moneter dunia yang turut mempengaruhi atas kebijakan-kebijakan yang harus dijalankan di negara-negara dunia ketiga (baca;negara setengah jajahan), seperti keterlibatan indonesia dengan IMF, WB, ADB, dsb. Dimana suatu konsekuensi yang diterima indonesia adalah bagaimana menjalankan SAP’s “Stuctural Adjustment Program” dalam menjawab suatu persoalan diinternal negaranya.
Dalam hubungan internasional perlu adanya terobosan baru yang ini mampu membangun suatu poros yang lebih menguntungkan terhadap ketahanan dan kedaulatan nasional dengan beberapa negara diluar pimpinan USA. Yang pada hakikatnya dalam membangun suatu hubungan internasional haruslah berpegang pada prinsip saling menguntungkan antar negara, dan bertumpu pada kekkuatan internal pada suatu negara, beberapa negara yang terbilang cukup maju seperti; Iran, Venezuela, Kuba, dan beberapa negara lainnya yang terbilang progressif. Hal ini dapat kita lihat sebagai study kasus yang dilakuakan oleh negara venezuela dengan membangun poros perdagangan ekonominya yang kita kenal dengan ALBA “Alternativa Bolivariana para las Americas”.

c) Pemerintahan yang bersih dan efektif.
Pembangunan suatu Clean Goverment adalah suatu program pokok dalam menuntaskan reformasi, yang syarat akan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang hidup dan berkembang dalam birokrasi kita pada masa orde baru, lantas dengan semangat yang berkobar dan heroisme para kaum reformis membangun wacana publik public opini dengan pemberantasan KKN, berbagai macam konsep mulai dari reformasi birokrasi hingga membentuk lembaga-lembaga independen seperti KPK, KPU, dsb yang pada dasarnya hanyalah suatu kepentingan politik tertentu dalam suatu negara dan cendrung tambal sulam dalam penyelesaiannya. Akan tetapi pada kenyataanya persoalan birokrasi dan pemerintahan kita hingga saat ini belumlah terselesaikan pula, karena hal tersebut hanyalah suatu penyelesaian yang hanya merubah kulit luarnya saja bukan membedah bagian dalamnya, artinya perubahan suatu pemerintahan yang bersih dan efektif itu tidak secara subtantif. Pertanyaan selanjutnya apakah saat ini sudah tercipta suatu pemerintahan yang bersih dan efektif “kerja-kerja” di negara indonesia? Dan bagaimana terciptanya suatu pemerintahan yang bersih dan efektif itu dijalankan di indonesia?.
Kembali pada pengertian dasar bahwa suatu sistem dalam negara “idiologi, filsafat, konstitusi, dan model pemerintahan,” adalah supra struktur dari suatu negara tersebut, sedangkan basis struktunya adalah suatu corak/model ekonomi dari suatu masyarakat, artinya suatu bangunan atas ditentukan oleh pondasi dasarnya dari sana kita dapat menciptakan suatu pemerintahan yang bersih dan efektif apabila kita analogikakan seperti sebuah rumah.
Melihat kenyataan objektif di indonesia kehidupan birokrasi pemerintahan ternyata masih belum terlihat suatu indikasi akan adanya suatu clean goverment yang ini dilihat dari keseriusan dalam pengelolaan dan peningkatan pelayanan puliknya. Sebenarnya apabila kita sedikit menilai kinerja pemerintahan yang masih sangat lemah dan adanya peraktek pungutan liar yang merbak disetiap lembaga pemerintahan adalah suatu bukti dan kenyataan yang sering kita hadapi. Dari kenyataan tersebut, maka sangat diperlukan dalam perombakan sistem keadministrasian negara yang bersih dari kepentingan induvidu atau kelompok politik tertentu, meningkatkan kesejahteraan pemerintahan tingkat bawah, sehingga mampu meminimalisir adanya peraktek-peraktek korupsi dilembaga pemerintah, dan pembuatan aturan-aturan dasar keorganisasian negara, yang mampu membenduang adanya peraktek-peraktek KKN.
Sedangkan program-program lain yang harus ditingkatkan oleh pemerintahan bagaimana membentuk suatu social mission, dimana suatu misi sosial ini sangatlah perlu dalam pembangunan pemerintahan yang efektif, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pembentukan “Ad-hoc” panitia yang ada diluar lembaga pemerintahan (lembaga kementerian) dengan menjalankan tugas-tugas mendesak kepemerintahan dalam bidang peningkatan pelayanan public public cervice, seperti meningkatkan ketahanan pangan nasional, dengan program agraria reform, pelatihan ketenaga kerjaan dalam meningkatkan industri nasional, pemberantasan buta aksara dengan program pendidikan geratis bagi seluruh rakyat, dan pelayanan kesehatan geratis tanpa di hadapkan dengan birokrasi yang rumit, serta beberapa program lainnya yang mampu meningkatkan kesejateraan sosial masyarkat dengan sistem kerja yang terukur, terarah,dan tepat sasaran, sehingga efektifitas dari program tersebut terasa bagi massa rakyat.

PENUTUP
Suatu pembahasan yang telah dipaparkan di atas adalah sebagai gambaran umum yang tentunya perlu di uji kembali keabsahan dan kesakhihannya untuk meningkatkan dan tanpa mengurangi dari kaidah suatu keilmiahan dari suatu ilmu pengetahuan tentunya. Dengan demikian suatu keritik dan saran adalah suatu penghargaan yang besar bagi saya pribadi dalam meningkatkan suatu pemahaman dan pengetahuan yang seutuh-utuhnya dalam kajian tersebut.
Demikianlah beberapahal yang dapat saya sampaikan dan presentasikan dalam ruang ilmiah ini, sehingga besar harapan saya dalam forum ini mampu menguji secara ilmiah dan mendalam dalam pembahasan dan pengkajian secara kualitatif dari suatu bidang ilmu tentang birokrasi dan “Good Governance”. Akhirul kata dari saya semoga dari pembahasan ini bermanfaat bagi bangsa, negara, dan rakyat indonesia, sehingga jayalah perjuangan rakyat dan bangsa ini dalam membentuk suatu kedaulatan dan kepribadian nasional.




*- Selamat Berdiskusi -*

Kamis, 14 Oktober 2010

Profil TOKOH "H.M. Misbach"

Haji Misbach

Sumber: Panji Masyarakat, No. 09 Tahun IV - 21 Juni 2000.

Haji Misbach, lengkapnya Haji Mohamad Misbach, terlahir sekirar tahun 1876, Misbach besar dari keluarga Islam yang saleh. Ia besar di Kauman, sisi barat alun-alun utara Kraton Surakarta, dekat dengan Mesjid Agung Surakarta. Ia banyak menghabiskan pendidikannya di pesantren punya posisi unik dalam sejarah di Tanah Air. Namanya memang tidak sedahsyat Semaun, Tan Malaka, atau tokoh kiri lainnya. Di kalangan gerakan Islam, namanya juga hampir tidak pernah disebut. Maklum, haji dari Kauman Surakarta ini adalah seorang komunis, meski menolak menjadi ateis. Baginya, Islam dan komunisme tidak selalu harus dipertentangkan. Malah dengan menyerap ajaran komunismelah, menurut Haji Misbach, Islam menjadi agama yang bergerak untuk melawan penindasan dan ketidakadilan. Berikut tulisan Iqbal Setyarso, yang diolah dari berbagai sumber antara lain yang terpenting An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926, karya Takashi Shiraisi.

Inilah datangnya hari-hari mencekam di Hindia Belanda. Pada 1923 itu, ijazah-ijazah sekolah bumiputera "Ongko Loro" (Angka Dua) dibakar. Ketika gubernur jenderal datang ke Yogyakarta (Mei) bom dilemparkan ke kereta api. Banyak orang jadi berani melemparkan kotoran ke kantor-kantor pemerintah, mencopoti potret-potret Ratu Wilhelmina, melumurinya dengan kotoran dan kalimat celaan.

Kejadian seperti itu meningkat menjelang peringatan Ratu Wilhelmina akhir Agustus dan awal September. Di Yogya, pada Juli ada kereta api tergelincir dari relnya. Di Madiun, akhir Agustus seorang aktivis Sareket Ra'jat (SR) dan bekas buruh kereta api negara terbunuh, sejumlah lainnya terluka ketika bom buatan mereka tiba-tiba meledak. Di Semarang, sejak akhir Agustus hingga awal September ada delapan bom telah dilemparkan. Maka di Madiun, pemimpin SR dan guru-guru Sarekat Islam (SI) ditangkapi. Namun, di tempat-tempat lain polisi tak berdaya, tak seorang pun ditangkap.

Di Surakarta, pertengahan Oktober 1923, menjelang dan sesudah perayaan Sekaten, sejumlah rumah dibakar. Bangsal perayaan sekatenan dirobohkan orang. Di pedesaan, tempat pengeringan tembakau dibakar. Polisi seolah-olah tak berkutik. Dan lagi-lagi, tak ada satu tersangka pun yang ditangkap.

Darma Kanda, media yang menyuarakan aspirasi kaum ningrat mengingatkan bahaya "zaman Tjipto" (Tjipto Mangunkusumo). Para pangeran kasunanan dan pejabat tinggi ketakutan pada "komunis-komunis" dan menebar cerita. Haji Mohamad Misbach berada di balik serangkaian kejadian itu. Misbach disebut-sebut telah membangun "pasukan sabotase", melatih prajurit untuk melakukan pengeboman, pembakaran rumah, perampokan, penggelinciran kereta api, dan aksi teror lainnya. Pada awal Oktober pamflet stensilan dengan simbol palu dan arit di atas gambar tengkorak manusia disebarluaskan orang-orang tak dikenal. Pamflet itu isinya mengingatkan orang agar tidak menghadiri perayaan sekaten.

Siapa Misbach yang dicap begitu berbahaya itu?

Keislaman dan Kerakyatan

Lelaki ini lahir di Kauman, Surakarta. Diduga ia lahir pada 1876 dan besar di lingkungan keluarga pedagang batik yang makmur. Masa kecilnya ia dipanggil Ahmad. Saat menikah berganti nama menjadi Darmodiprono. Setelah menunaikan ibadah haji, orang mengenalnya sebagai Haji Mohamad Misbach.

Kauman, tempat Misbach dilahirkan, letaknya di sisi barat alun-alun utara, persis di depan keraton Kasunanan dekat Masjid Agung. Di situ tinggal juga para pejabat keagamaan Sunan. Ayah Misbach sendiri pejabat keagamaan. Namun karena lingkungannya religius, Misbach pun pada usia sekolah mengisi wawasannya dengan pelajaran keagamaan dari pesantren. Selain belajar di pesantren, Misbach pernah belajar di sekolah bumiputera "Ongko Loro" selama delapan bulan.

Menjelang dewasa, Misbach terjun ke dunia usaha sebagai pedagang batik di Kauman mengikuti jejak bapaknya. Bisnisnya pun menanjak dan ia berhasil membuka rumah pembatikan dan sukses. Pada 1912 di Surakarta berdiri Sarekat Islam (SI). Misbach masuk SI meski selama setahun pertama perjalanan SI ia tidak terlalu aktif. Misbach baru aktif pada 1914, ketika SI membentuk Indlandsche Journalisten Bond (IJB). Melalui media massa, Misbach dinilai sebagai tokoh yang rajin memaparkan gagasannya. Dia tak kenal lelah meluncurkan gagasan menerbitkan surat kabar Islam, sekolah-sekolah Islam, dan gagasan pengembangan Islam yang sangat maju untuk ukuran zamannya.

Pada 1915, Misbach menerbitkan Medan Moeslimin, surat kabar bulanan. Dua tahun kemudian diterbitkannya pula Islam Bergerak. Bicara kepribadian Misbach, orang memuji keramahannya kepada setiap orang dan sikap egaliternya tak membedakan priyayi atau orang kebanyakan. Sebagai seorang haji ia lebih suka mengenakan kain kepala ala Jawa ketimbang peci Turki alias torbus ala Haji Agus Salim, atau serban seperti kebanyakan haji zaman itu.

Orang menggambarkan Haji Misbach sebagai sosok yang tak segan bergaul dengan anak-anak muda penikmat klenengan dengan tembang-tembang yang sedang hit. Satu tulisan tentang Misbach menyebutkan, di tengah komunitas pemuda, Misbach menjadi kawan berbincang yang enak, sementara di tengah pecandu wayang orang Misbach lebih dihormati ketimbang direktur wayang orang. Misbach digambarkan demikian, "... di mana-mana golongan Rajat Misbach mempoenjai kawan oentoek melakoekan pergerakannya. Tetapi didalem kalangannya orang-orang jang mengakoe Islam dan lebih mementingkan mengoempoelken harta benda daripada menolong kesoesahan Rajat, Misbach seperti harimau didalem kalangannya binatang-binatang ketjil. Kerna dia tidak takoet lagi menyela kelakoeannja orang-orang yang sama mengakoe Islam tetapi selaloe mengisep darah temen hidoep bersama."

Tentara Tjokro

Takashi Shiraisi mengungkapkan perbedaan dinamika sosial Islam di Yogya dan Surakarta. Ini dikaitkan dengan persamaan dan perbedaan antara KH Achmad Dahlan yang pendiri Muhammadiyah dan Misbach, seorang muslim ortodoks yang saleh, progresif, dan hidup di kota Surakarta.

Di Yogya, Muhammadiyah yang lahir pada 1912 di Kauman, segera menjadi sentral kegiatan kaum muslimin yang saleh yang kebanyakan berlatar belakang keluarga pegawai keagamaan Sultan. Ayah Dahlan adalah chatib amin Masjid Agung dan ibunya putri penghulu (pegawai keagamaan kesultanan) di Yogya. Dahlan sendiri sempat dipercaya menjadi chatib amin. Para penganjur Muhammadiyah pun umumnya anak-anak pegawai keagamaan. Kala itu birokrat keagamaan umumnya adalah alat negara sehingga, kata Shiraisi, wewenang keagamaannya tidak berasal dari kedalaman pengetahuan tentang Islam tetapi karena jabatannya. Meskipun mereka berhaji dan belajar Islam, masih kalah wibawa dibandingkan para kiai yang pesantrennya bebas dari negara.

Kendati demikian, reformisme Muhammadiyah berhasil menyatukan umat Islam yang terserpih-serpih. Tablig-tablignya, kajian ayat yang dijelaskan dengan membacakan dan menjelaskan maknanya di masjid-masjid, pendirian lembaga pendidikan Islam, membangunkan keterlenaan umat Islam. Mereka tumbuh menjadi pesaing tangguh misionaris Kristen dan aktivis sekolah-sekolah bumiputera yang didirikan pemerintah.

Lain dengan di Surakarta. Kala itu belum ada pengaruh sekuat Dahlan dan Muhammadiyah. Ini karena di Surakarta sudah ada sekolah agama modern pertama di Jawa, Madrasah Mamba'ul Ulum yang didirikan patih R. Adipati Sosrodiningrat (1906) dan SI pun sudah lebih dulu berkiprah sebagai wadah aktivis pergerakan Islam. Di Surakarta, pegawai keagamaan yang progresif, kiai, guru-guru Al-Quran, dan para pedagang batik mempunyai forum yang berwibawa, Medan Moeslimin. Di situlah pendapat mereka yang kerap berbeda satu sama lain tersalur.

Kelompok ini menyebut diri "kaum muda Islam".

Beda pergerakan Islam Surakarta dan Yogya, di Yogya reformis tentu juga modernis, tetapi di Surakarta kaum muda Islam memang modernis tetapi belum tentu reformis. Kegiatan keislaman di Solo banyak dipengaruhi kiai progresif tapi ortodoks, seperti Kiai Arfah dan KH Adnan. Sampai suatu ketika ortodoksi yang cenderung menghindar ijtihad itu terpecah pada 1918.

Perpecahan kelompok Islam di Surakarta dipicu artikel yang dimuat dalam Djawi Hiswara, ditulis Martodharsono, seorang guru terkenal dan mantan pemimpin SI. Ketika artikel itu muncul di Surakarta tidak langsung terjadi protes, tetapi Tjokroaminoto memperluas isi artikel dan menyerukan pembelaan Islam atas pelecehan oleh Martodharsono. Seruan itu muncul di Oetoesan Hindia, sehingga bangkitlah kaum muda Islam Surakarta.

Tjokroaminoto membentuk Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM), yang mencuatkan nama Misbach sebagai mubalig vokal. Mengiringi terbentuknya TKNM, lahir perkumpulan tablig yang reformis bernama Sidik, Amanah, Tableg, Vatonah (SATV). Haji Misbach menyebar seruan tertulis menyerang Martodharsono serta mendorong terlaksananya rapat umum dan membentuk subkomite TKNM. Segeralah beredar cerita, Misbach akan berhadapan dengan Martodharsono di podium. Komunitas yang dulunya kurang greget menyikapi keadaan itu tiba-tiba menjadi dinamis. Kaum muslimin Surakarta berbondong-bondong menghadiri rapat umum di lapangan Sriwedari, pada 24 Februari 1918 yang konon dihadiri 20.000-an orang. Tjokroaminoto mengirim Haji Hasan bin Semit dan Sosrosoedewo (penerbit dan redaktur jurnal Islam Surabaya, Sinar Islam), dua orang ke-percayaannya di TKNM.

Waktu itu terhimpun sejumlah dana untuk pengembangan organisasi ini. Muslimin Surakarta bergerak proaktif menjaga wibawa Islam terhadap setiap upaya penghinaan terhadapnya. Inilah awal perang membela Islam dari "kaum putihan" Surakarta. Belakangan, muncul kekecewaan jamaah TKNM ketika Tjokro tiba-tiba saja mengendurkan perlawanan kepada Martodharsono dan Djawi Hiswara setelah mencuatnya pertikaian menyangkut soal keuangan dengan H Hasan bin Semit. Buntutnya, Hasan bin Semit keluar dari TKNM. Beredar artikel menyerang petinggi TKNM. Muncul statemen seperti "korupsi di TKNM dianggap sudah menodai Nabi dan Islam".

Dalam situasi itu muncul Misbach menggantikan Hisamzaijni, ketua subkomite TKNM dan menjadi hoofdredacteur (pemimpin redaksi) Medan Moeslimin. Artikel pertama Misbach di media ini, Seroean Kita. Dalam artikel itu Misbach menyajikan gaya penulisan yang khas, yang kata Takashi, menulis seperti berbicara dalam forum tablig. Ia mengungkapkan pendapatnya, bergerak masuk ke dalam kutipan Al-Quran kemudian keluar lagi dari ayat itu. "Persis seperti membaca, menerjemahkan, dan menerangkan arti ayat Al-Quran dalam pertemuan tablig."

Sikap Misbach ini segera menjadi tren, apalagi kemudian secara kelembagaan perkumpulan tablig SATV benar-benar eksis melibatkan para pedagang batik dan generasi santri yang lebih muda. Menurut Shiraisi, ada dua perbedaan SATV dibanding Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah menempati posisi strategis di tengah masyarakat keagamaan Yogya, sedangkan SATV adalah perhimpunan muslimin saleh yang merasa dikhianati oleh kekuasaan keagamaan, manipulasi pemerintah, dan para kapitalis nonmuslim. Kedua, militansi para penganjur Muhammadiyah bergerak atas dasar keyakinan bahwa bekerja di Muhammadiyah berarti hidup menjadi muslim sejati. Sedangkan militansi SATV berasal dari rasa takut untuk melakukan manipulasi, dan keinginan kuat membuktikan keislamannya dengan tindakan nyata. Di mata pengikut SATV, muslim mana pun yang perbuatannya mengkhianati kata-katanya berarti muslim gadungan.

SATV menyerang para elite pemimpin TKNM, kekuasaan keagamaan di Surakarta, menyebut mereka bukan Islam sejati, tetapi "Islam lamisan", "kaum terpelajar yang berkata mana yang bijaksana yang menjilat hanya untuk menyelamatkan namanya sendiri." Dasar keyakinan SATV dengan Misbach sebagai ideolognya, "membuat agama Islam bergeral". Misbach kondang di tengah muslimin bukan sekadar karena tablignya, melainkan ia menjadi pelaku dari kata-kata keras yang dilontarkannya di berbagai kesempatan. Ia dikenal luas karena perbuatannya "menggerakkan Islam": menggelar tablig, menerbitkan jurnal, mendirikan sekolah, dan menentang keras penyakit hidup boros dan bermewah-mewah, dan semua bentuk penghisapan dan penindasan.

Membuat Kartun

Misbach sangat antikapitalis. Siapa yang secara kuat diyakini menjadi antek kapitalis yang menyengsarakan rakyat akan dihadapinya melalui artikel di Medan Moeslimin atau Islam Bergerak. Tak peduli apakah dia juga seorang aktivis organisasi Islam. Berdamai dengan pemerintah Hindia Belanda, no way. Maka kelompok yang antipolitik, antipemogokan, secara tegas dianggap berseberangan dengan misi keadilan.

Misbach membuat kartun di Islam Bergerak edisi 20 April 1919. Isinya menohok kapitalis Belanda yang menghisap petani, bersama mempekerjapaksakan mereka, memberi upah kecil, menarik pajak. Residen Surakarta digugat, Paku Buwono X digugat karena ikut-ikutan menindas. Retorika khas Misbach, muncul dalam kartun itu sebagai "suara dari luar dunia petani". Bunyinya, "Jangan takut, jangan kawatir". Kalimat ini memicu kesadaran dan keberanian petani untuk mogok. Ekstremitas sikap Misbach membuat ia ditangkap, 7 Mei 1919, setelah melakukan belasan pertemuan kring (subkelompok petani perkebunan). Tapi akhirnya Misbach dibebaskan pada 22 Oktober sebagai kemenangan penting Sarekat Hindia (SH), organisasi para bumiputera.

Tidak kapok dipenjara, Misbach malah menegaskan rakyat "jangan takut dihukum, dibuang, digantung", seraya memaparkan kesulitan Nabi menyiarkan Islam. Misbach pun sosok yang selain menempatkan diri dalam perjuangan melawan kapitalis, ia meyakini paham komunis. Menurut ahli sejarah Ahmad Mansyur Suryanegara, Misbach mengagumi Karl Marx dan menulis artikel Islamisme dan Komunisme di pengasingan. Marx di mata Misbach berjasa membela rakyat miskin, mencela kapitalisme sebagai biang kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Agama pun dirusak oleh kapitalisme sehingga kapitalisme harus dilawan dengan historis materialisme.

Misbach kecewa terhadap lembaga-lembaga Islam yang tidak tegas membela kaum dhuafa. Berjuang melawan kapitalisme tak membuat Misbach tidak menegakkan Islam. Baginya, perlawanan terhadap kapitalis dan pengikutnya sama dengan berjuang melawan setan. Misbach pun ketika CSI (Central Sarekat Islam) pecah melahirkan PKI/SI Merah, memilih ikut Perserikatan Kommunist di Indie (PKI), bahkan mendirikan PKI afdeling Surakarta.

Terkait dengan "teror-teror" yang terjadi di Jawa, Misbach tetap dipercaya sebagai otaknya. Misbach ditangkap. Dalam pengusutan sejumlah fakta memberatkan kepada Misbach meskipun belakangan para saksi mengaku memberi kesaksian palsu karena iming-iming bayaran dari Hardjosumarto, orang yang "ditangkap" bersama Misbach. Hardjosumarto sendiri juga mengaku menyebarkan pamflet bergambar palu arit dan tengkorak, membakar bangsal sekatenan, dan mengebom Mangkunegaran.

Meski demikian, Misbach tetap tidak dibebaskan. Dia dibuang ke Manokwari, Papua, didampingi istri dan tiga anaknya. Selama ditahan di Semarang, tak seorang pun diizinkan menjenguknya. Misbach hanya dibolehkan membaca Al-Quran. Di pengasingan, selain mengirim laporan perjalanannya, Misbach juga menyusun artikel berseri "Islamisme dan Komunisme". Sesungguhnya, tulis Misbach, karangan saya hal komunisme dan islamisme adalah penting bagi orang yang dirinya mengaku Islam dan komunis yang sejati, yakni suka menjalankan apa yang telah diwajibkan kepada mereka oleh agama dan komunis.

Medan Moeslimin yang terbit pada 1 April 1926 memuat artikel Misbach, Nasehat, yang antara lain menyatakan: agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum.

Ini secuil kisah Misbach yang sangat jarang dibicarakan orang. "Kiai Merah" yang tetap taat berislam ini akhirnya terserang malaria dan meninggal di pengasingan pada 24 Mei 1926 dan dimakamkan di kuburan Penindi, Manokwari, di samping kuburan istrinya.

Minggu, 11 Juli 2010

LAPORAN KOMISI TENTANG PERMASALAHAN NASIONAL DAN KOLONIAL 26 JULI 1920

Terjemahan dari V.I. Lenin, On the Foreign Policy of the Soviet State, Moscow,
Progress Publishers, hlm. 258-264.


Komisi Permasalahan Nasional dan Kolonial dibentuk pada Kongress Kedua Komunis Internasional dari para wakil Partai Komunis Soviet Rusia, Bulgaria, Prancis, Belanda, Jerman, Hongaria, AS, India, Cina, Korea, Inggris Raya dan lainnya. Komisi ini bekerja di bawah kepemimpinan Lenin, yang tesisnya tentang permasalahan nasional dan kolonial dibahas pada sesi keempat dan kelima dalam Kongres tersebut dan disetujui pada 28 Juli 1920 1920.

* * *

Kawan-Kawan, Saya akan membatasi diri pada sebuah pengantar singkat, dimana setelah itu Kawan Maring, yang menjadi sekretaris komisi kita, akan menyampaikan catatan rinci tentang perubahan-perubahan yang kita buat dalam tesis ini. Lalu akan diikuti oleh Kawan Roy yang merumuskan tesis suplementer. Komisi kita ini secara bulat menerima baik tesis pendahuluan, yang sudah diamandemen, dan tesis suplementer. Kita juga telah mencapai keputusan bulat atas semua
isu utama. Sekarang Saya akan menyampaikan suatu pidato ringkas.

Pertama, apa yang merupakan gagasan pokok yang mendasari tesis kita ? Pembedaan antara negara tertindas dan penindas. Dan tidak seperti Internasional Kedua dan demokrasi borjuis, kita memberikan penekanan pada pemisahan ini. Pada jaman imperialisme ini, adalah penting bagi kaum proletariat dan Komunis Internasional untuk membangun fakta-fakta ekonomi yang konkret dan beranjak dari realitas-realitas konkret bukan dari postulat-postulat abstrak, mengenai permasalahan kolonial dan kebangsaan.

Ciri khas imperialisme yang ada di belahan dunia, seperti yang kita lihat sekarang, adalah pembagian dunia atas sejumlah besar bangsa-bangsa tertindas dan sejumlah kecil bangsa penindas yang menguasai kemakmuran secara besar dan angkatan bersenjata yang kuat. Mayoritas terbesar populasi dunia, lebih dari satu miliar, bahkan mendekati 1 miliar 250 juta, jika total populasi diperkirakan 1 miliar 750 juta-- atau dengan kata lain, sekitar 70% populasi dunia, dihitung sebagai bangsa-bangsa tertindas, baik yang merupakan suatu negara jajahan langsung maupun bersifat semi koloni seperti, misalnya, Persia,Turki, dan Cina, atau yang, setelah menderita kekalahan di tangan kekuasaan imperialis besar,dijadikan sangat bergantung pada kekuasaan tersebut berdasarkan traktat-traktat damai. Gagasan pembedaan ini, yaitu pembagian bangsa-bangsa ke dalam penindas dan tertindas, menyita habis seluruh tesis tersebut, bukan hanya tesis pertama yang diterbitkan lebih awal atas nama saya, namun juga tesis yang diajukan oleh Kawan Roy. Yang terakhir ini tersusun terutama dari titik pijak situasi di India dan negara-negara Asia besar lainnya yang ditindas oleh Inggris. Inilah yang menjadikannya begitu berhargai.

Gagasan dasar kedua dari tesis kita adalah bahwa dalam situasi dunia saat ini, setelah perang imperialis, hubungan antar manusia dan keseluruhan sistem politik dunia, ditentukan oleh perjuangan sekelompok kecil bangsa imperialis melawan gerakan Soviet dan negara-negara Soviet yang dipimpin Soviet Rusia. Jika kita tidak menanamkannya dalam pikiran kita, kita tidak akan dapat mengambil sikap atas permasalahan nasional dan kolonial secara benar, apalagi ia berada di belahan dunia yang sangat jauh. Partai-Partai Komunis, baik di negara beradab maupun terbelakang, dapat mengungkapkan dan menyelesaikan permasalahan politis secara benar hanya jika mereka menjadikan ini sebagai titik awal mereka.

Ketiga, Saya secara khusus akan menekankan permasalahan gerakan borjuis-demokratik di negara-negara terbelakang. Permasalahan inilah yang memunculkan beberapa perbedaan. Kita membahas apakah benar atau tidak, dalam prinsip dan teori, untuk menyatakan bahwa Komunis Internasional dan partai-partai Komunis harus mendukung gerakan borjuis-demokratik di negara-negara terbelakang. Hasil diskusi kita, sampai pada keputusan bulat untuk mengkampanyekan gerakan revolusioner nasional dan bukannya gerakan "borjuis-demokratik." Tidak perlu ada keraguan bahwa setiap gerakan kebangsaan hanya dapat menjadi sebuah gerakan borjuis-demokratik, jika massa populasi yang besar di negara-negara terbelakang terdiri atas petani yang merepresentasikan hubungan borjuis-kapitalis. Adalah utopia untuk meyakini bahwa partai-partai proletarian, tentu saja jika mereka dapat muncul di negara-negara terbelakang tersebut, mengikuti taktik-taktik komunis dan sebuah kebijakan komunis tanpa menegakkan hubungan yang jelas dengan gerakan petani dan tanpa memberikannya dukungan efektif. Namun, tidak terbantahkan bahwa jika kita menyuarakan gerakan gerakan borjuis-demokratik, kita akan melenyapkan semua pembedaan antara gerakan reformis dengan gerakan revolusioner. Namun belakangan ini pembedaan itu telah dengan sangat jelas ditampakkan di negara-negara terbelakang dan jajahan, karena borjuasi imperialis sedang melakukan apa saja dengan kekuasaan mereka untuk menanamkan suatu gerakan reformis di tengah-tengah bangsa-bangsa tertindas. Terdapat suatu kesesuaian tertentu antara kaum borjuasi negara penghisap dengan mereka yang dari negara jajahan, sehingga sering --bahkan mungkin pada banyak kasus--sekalipun borjuasi negara tertindas mendukung gerakan nasional, mereka bergandengan tangan dengan borjuasi imperialis, yakni, menjalin kekuatan bersama menentang semua gerakan dan klas-klas revolusioner. Secara tak terbantahkan hal ini dibuktikan dalam komisi, dan kita memutuskan bahwa satu-satunya hal yang tepat adalah mengangkat pembedaan ini ke dalam catatan dan hampir pada semua kasus mengganti kata "revolusioner nasional" untuk kata "borjuis-demokratik.". Signifikansi perubahan ini adalah bahwa kita, sebagai Komunis, harus dan akan mendukung gerakan pembebasan borjuis di koloni-koloni hanya ketika mereka adalah revolusioner sejati, dan ketika eksponen mereka tidak menghalangi kerja kita dalam mendidik dan mengorganisasikan petani dan massa luas tertindas dalam suatu semangat revolusioner. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, kaum Komunis di negara-negara ini harus memerangi kaum borjuasi reformis, dimana di antara mereka juga merupakan terdapat para pahlawan Internasional Kedua. Partai-partai reformis telah hadir di negara-negara kolonial, dan dalam beberapa kasus juru bicara mereka menyebut diri mereka Sosial-Demokrat dan sosialis. Pembedaan yang Saya acu telah tercakup dalam semua tesis dengan hasil, Saya pikir, bahwa pandangan kita sekarang dirumuskan secara lebih tajam.

Berikut, Saya akan membicarakan Soviet-Soviet petani. Aktivitas-aktivitas praktis Komunis Rusia di koloni-koloni bekas tsaris, di negara terbelakang seperti Tukestan, dan lainnya, menghadapkan kita dengan permasalahan tentang bagaimana menerapkan taktik-taktik dan kebijakan komunis dalam syarat-syarat pra-kapitalis. Karena sifat yang paling menentukan di negara-negara ini adalah dominasi hubungan pra-kapitalis, karenanya di sana tidak akan ada permasalahan tentang sebuah gerakan proletarian secara murni. Secara praktis tidak terdapat proletariat industrial di negara-negara tersebut. Namun demikian, bahkan di sana kita telah mengasumsikan, kita harus mengasumsikan, peran pemimpin. Pengalaman menunjukkan kesukaran-kesukaran besar yang harus kita atasi di negara-negara ini. Namun hasil praktis yang dicapai merupakan bukti bahwa sekalipun dengan kesukaran, kita berada dalam satu posisi untuk menginspirasikan massa dorongan pemikiran politis independen dan aksi politis independen, bahkan dimana secara praktis tidak terdapat kaum proletariat. Bagi kita kerja ini lebih sukar daripada yang dihadapi para kawan-kawan di negara Eropa Barat, karena di Rusia kaum proletariat kewalahan dengan kerja administrasi negara. Dan cukup dapat dipahami bahwa petani yang hidup dalam ketergantungan semi-feodal dapat dengan mudah menerima (assimilasi) gagasan organisasi Soviet dan menerjemahkannya ke dalam praktek. Juga jelas bahwa massa tertindas, mereka yang tereksploitasi bukan hanya oleh kapital dagang namun juga oleh kaum feodal, dan oleh sebuah negara yang didasarkan feodalisme, dapat menerapkan senjata ini, sesuai dengan kondisi mereka sendiri. Gagasan organisasi Soviet sangat sederhana, dan dapat diaplikasikan bukan hanya kepada kaum proletar, namun juga kepada petani feodal dan hubungan semi-feodal. Hingga kini pengalaman kita dalam hal ini belum sangat berarti , namun dari debat dalam komisi, dimana beberapa perwakilan dari negara-negara jajahan ikut sertai, secara meyakinkan menunjukkan bahwa tesis Komunis Internasional harus menetapkan bahwa Soviet-Soviet petani, Soviet dari yang tertindas, merupakan sebuah senjata yang dapat dipakai bukan hanya di negara kapitalis, namun juga di negara dengan hubungan pra-kapitalis, dan merupakan kewajiban yang mengikat dari partai-partai Komunis, dan dari elemen-elemen yang dipersiapkan untuk menegakkan partai-partai Komunis, untuk melakukan propaganda demi Soviet-Soviet petani, atau Soviet-Soviet rakyat pekerja, dimanapun, termasuk negara terbelakang dan koloni-koloni. Dimanapun kondisi memungkinkan, mereka harus melakukan upaya segera untuk membentuk Soviet-Soviet rakyat pekerja.

Hal ini membuka sebuah ruang yang sangat penting dan menarik bagi aktivitas praktis kita. Sejauh ini pengalaman kita tentang hal ini belum banyak, namun secara bertahap akan lebih banyak data (hasil, pent) yang kita kumpulkan. Tidak bisa disangkal lagi bahwa kaum proletariat negara-negara maju dapat dan harus membantu massa pekerja negara terbelakang sehingga negara-negara terbelakang dapat tumbuh sesuai tahap perkembangannya pada saat dan ketika republik-republik Soviet yang sudah menang memperluas bantuan kepada massa ini dan berada dalam posisi memberikan dukungan kepada mereka.

Ada sedikit perdebatan tentang permasalahan ini dalam komisi, dan bukan hanya dalam kaitan dengan tesis saya, namun lebih berkaitan dengan tesis Kawan Roy, yang akan dipertahankannya di sini dan dalam beberapa amandemen yang sudah diterima secara bulat.

Pertanyaannya adalah: apakah kita, diantara orang yang melihat kemajuan nyata sejak perang, harus menetapkan bahwa tahap perkembangan ekonomi kapitalis adalah tidak terelakkan bagi bangsa-bangsa terbelakang sebagai jalan pembebasannya (emancipation) ? Kita menjawab tidak (negative). Jika kaum proletariat revolusioner memenangkan propaganda sistematis di antara mereka, sementara pemerintahan Soviet-Soviet membantu dengan semua kemampuan yang ada --pada situasi tersebut adalah keliru untuk menganggap bahwa tahap perkembangan kapitalis tidak terelakkan bagi bangsa-bangsa terbelakang. Pada semua koloni dan negara terbelakang, kita tidak boleh hanya membangun kesatuan-kesatuan pejuang independen dan organisasi partai; bukan hanya melancarkan propaganda segera bagi organisasi Soviet-Soviet petani dan berjuang keras untuk meyesuaikan (adapt) mereka dengan kondisi-kondisi pra-kapitalis, namun Komunis Internasional harus maju dan secara teoritis memajukan dalil (proposition), disertai dasar teori yang kuat, bahwa negara terbelakang ini dapat, dengan bantuan proletariat negara maju, menuju sistem Soviet, dan, melalui tahap perkembangan yang pasti menuju komunisme, tanpa harus melalui tahap kapitalisme.

Pengalaman semacam ini belum ada sebelumnya. Pengalaman praktislah yang akan mengajari mereka. Namun secara jelas telah ditegaskan bahwa gagasan Soviet dipahami oleh massa rakyat pekerja, sekalipun bangsa-bangsa yang jauh , bahwa Soviet harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi sistem sosial pra-kapitalis, dan bahwa partai-partai Komunis segera harus, dan di semua bagian dunia, memulai kerja dalam arah ini.

Saya juga ingin menyebutkan betapa pentingnya kerja revolusioner partai-partai Komunis bukan hanya di negara mereka masing-masing, namun juga di negara-negara kolonial, dan khususnya di tengah-tengah bala tentara yang ditugaskan negara penindas untuk menundukkan rakyat jajahan.

Kawan Quelch dari Partai Sosialis Inggris telah mengangkat ini dalam komisi kita. Ia mengatakan bahwa membantu bangsa-bangsa yang diperbudak dalam pemberontakan melawan kekuasaan Inggris akan dianggap kaum pekerja Inggris sebagai pengkhianatan. Benar, para jagoan dan aristokrat buruh Inggris serta Amerika yang sangat chauvinis dan kenasionalis-nasionalisan ini merepresentasikan sebuah bahaya yang sangat besar terhadap sosialisme, dan merekalah benteng bagi Internasional. Kedua. Kita di sini dihadapkan dengan pengkhianatan terbesar dari para pemimpin dan pekerja yang menjadi bagian dari borjuis Internasional. Permasalahan kolonial dibahas juga dalam Internasional Kedua. Manifesto Basle sudah cukup jelas tentang hal ini. Partai-partai Internasional Kedua bersumpah untuk melakukan aksi revolusioner, namun mereka tidak menunjukkan tanda kerja revolusioner sejati atau bantuan kepada bangsa tertindas serta membiarkan sendiri bangsa-bangsa tertinda itu melawan bangsa-bangsa penindasnya. Dan hal ini, Saya pikir, berlaku bagi banyak partai yang telah menarik diri dari Internasional Kedua dan ingin bergabung dalam Internasional Ketiga. Ini harus kita deklarasikan secara terbuka, agar semuanya mendengar, dan ini tidak dapat ditolak. Kita akan melihat apakah ada upaya dilakukan untuk menyangkalnya.

Semua pertimbangan ini sudah dijadikan basis bagi resolusi kita yang tentu sang panjang, namun bagaimanapun, , Saya yakin, akan sangat berguna dan akan sangat membantu dalam pembangunan dan pengorganisasian kerja revolusioner sejati dalam kaitannya dengan permasalahan kolonial dan nasional. Dan itulah tugas prinsipil kita.



Collected Works, Vol. 31
Pertama kali diterbitkan dalam Kongres Kedua Internasional Komunis. Verbatim Report, Communist International Pub¬lishers, Petrograd, 1921.


Catatan :

Maring, H --delegasi Kongres Kedua Komintern dari Partai Komunis Hindia Belanda (Indonesia); bekerja dalam komisi permasalahan nasional dan kolonial.

Roy, Manabendra Nath (lahir 1890) --mantan Komunis India, delegasi pada Kongres Kedua Komintern. Pada 1929 ia dikeluarkan dari Partai Komunis dan Komintern sebagai pembelot sayap Kanan.

JQuelch, Tom --Komunis Inggris, sebelum pembentukan Partai Komunis menjadi bagian dari sayap Kiri Partai Sosialis Inggris. Pada 1920 menjadi delegasi pada Kongres Kedua Komunis Internasional, dimana ia terpilih untuk Komite Eksekutif Komintern.

Luxemburg, Rosa (1871-1919) --figur terkemuka dalam gerakan Kelas pekerja internasional, Polandia, dan Jerman, salah satu dari pemimpin sayap Kiri Internasional Kedua. Dari akhir abad ke-18 ia dengan semangat memerangi revisionisme dalam jajaran Sosial-Demokrasi. Selama Perang Dunia I ia setia pada titik pijak internasionalis, dan merupakan ideolog dan salah seorang organiser Liga Spartakus. Selama revolusi November 1918, ia memimpin pelopor revolusioner pekerja Jerman. Ia adalah salah seorang pendiri Partai Komunis Jerman. Pada Januari 1919 ia dibunuh oleh gang Noske.

Partai Sosialis Inggris (BSP) didirikan di Manchester pada 1911 oleh per¬satuan Sosial-Demokratik dan kelompok sosialis lainnya. BSP menjalankan propa¬ganda Marxis, namun keanggotaannya kecil, kontaknya dengan massa sangat lemah dan, karenanya, agak sektarian. Selama Perang Dunia I sebuah perjuangan tajam berkembang antara kecenderungan internasionalis (Albert Inkpin, Theodore Rothstein, John Maclean, William Gallacher dan lainnya) dengan kecenderungan sosial-chauvinis yang dipimpin Hyndman. Di antara kecenderungan internasiona¬lis terdapat beberapa elemen yang sedang berkibar yang menduduki posisi sentris pada soal tertentu. Konferensi tahunan BSP di Salford pada April1916 mengutuk posisi sosial-chauvinis Hyndman dan pendukungnya dan mereka mening¬galkan partai.
BSP menyambut Revolusi Sosialis Oktober, dan para anggotanya memainkan peran penting dalam gerakan gerakan pekerja Inggris demi membela Soviet Rusia terha¬dap intervensi asing. BSP, bersama dengan Kelompok Persatuan Komunis, sangat bertanggungjawab bagi pondasi Partai Komunis Inggris Raya. Pada ákongress persatuan pertama, pada 1920, banyak organisasi lokal BSP memasuki Partai Komunis.

Manifesto Basle (1912) yang menentang perang diadopsi secara mutlak oleh Kongres Luar Biasa Internasional Kedua yang dilakukan di Basle (Swiss) pada 24 dan 25 November 1912. Manifesto ini membicarakan sifat pemangsa dari perang imperialis ... dan menyerukan kepada kaum sosialis di semua negeri untuk dengan tegas memeranginya. Manifesto Basle mengulangi proposisi yang diintroduksikan dalam resolusi tentang perang pada Kongres Stuttgart (1907) Interna¬sional Kedua oleh Lenin dan Rosa Luxemburg --dalam peristiwa pecahnya perang imperialis, kaum sosialis harus mengambil keuntungan dari krisis ekonomi dan politik demi mempersiapkan revolusi sosialis. Para pimpinan Internasional Kedua, Kautsky, Vandervelde, dan lainnya yang memberikan suara bagi proposisi ini, melupakan Manifesto Basle ketika Perang Dunia I pecah dan mengambil pososi berdampingan dengan pemerintahan imperialis.

* * *

Sabtu, 23 Januari 2010

Karya-karya Marx dan Engels (1883)DIALEKTIKA

oleh: Friedrich Engels


(Mengembangkan sifat umum dialektika sebagai ilmu-pengetahuan mengenai antarketerkaitan-antarketerkaitan (inter-connections), berlawanan dengan metafisika).
Maka itu, hukum-hukum dialektika diabstraksikan dari sejarah alam dan masyarakat manusia. Karena hukum-hukum itu tidak lain yalah hukum-hukum yang paling umum dari kedua aspek perkembangan historikal, maupun dari pikiran itu sendiri. Dan, sebenarnyalah, hukum-hukum itu pada dasarnya dapat dipulangkan pada tiga buah hukum:
Hukum perubahan (transformasi) kuantitas menjadi kualitas dan vice versa;
Hukum penafsiran mengenai yang berlawanan (opposites);
Hukum negasi dari negasi.
Ketiga-tiganya dikembangkan oleh Hegel dalam gaya idealisnya sebagai sekedar hukum-hukum pikiran: yang pertama, dalam bagian pertama karyanya Logic, dalam Doktrin mengenai Keberadaan (Being); yang kedua mengisi seluruh bagian kedua dan bagian yang paling penting dari Logic, Doktrin mengenai Hakekat (Essence); akhirnya, yang ketiga merupakan hukum fundamental bagi rancang- bangun seluruh sistem itu. Kesalahannya terletak pada kenyataan bahwa hukum-hukum ini disisipkan pada alam dan sejarah sebagai hukum-hukum pikiran, dan tidak dideduksi dari situ. Inilah sumber dari seluruh pendekatan yang dipaksakan dan seringkali melampaui batas (keterlaluan); semesta-alam, mau-tidak-mau, mesti bersesuaian dengan sebuah sistem pikiran yang sendiri cuma produk dari suatu tahap tertentu dari evolusi pikiran manusia. Jika kita membalikkan semuanya itu, maka segala sesuatu menjadi sederhana, dan hukum-hukum dialektika yang tampak begitu luar-biasa misterius dalam filsafat idealis seketika menjadi sederhana dan jelas seperti siang-hari bolong.
Lagi pula, setiap orang, bahkan yang sedikit saja mengenal Hegel, akan menyadari bahwa dalam beratus pasase Hegel berkemampuan memberikan gambaran-gambaran individual yang paling jelas mengenai hukum-hukum dialektika dari alam dan sejarah.
Di sini kita tidak bermaksud menulis sebuah buku pedoman mengenai dialektika, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa hukum-hukum dialektika itu adalah hukum-hukum nyata mengenai perkembangan alam, dan karenanya berlaku juga bagi ilmu-pengetahuan alam teoretikal. Karenanya kita tidak dapat memasuki bagian dalam antar-keterkaitan hukum-hukum ini satu sama yang lainnya.
Hukum perubahan dari kuantitas menjadi kualitas dan vice versa. Untuk maksud kita, dapat kita ungkapkan ini dengan mengatakan bahwa dalam alam, dengan suatu cara yang secara tepat ditetapkan untuk setiap kasus individual, perubahan-perubahan kualitatif hanya dapat terjadi oleh penambahan kuantitatif atau pengurangan kuantitatif dari materi atau gerak (yang dinamakan energi).
Semua perbedaan kualitatif dalam alam berlandaskan pada perbedaan-perbedaan komposisi (susunan) kimiawi atau pada kuantitas- kuantitas atau bentuk-bentuk gerak (energi) yang berbeda-beda atau, sebagaimana hampir selalu halnya, pada kedua-duanya. Maka itu tidaklah mungkin mengubah kualitas sesuatu tanpa pertambahan atau pengurangan materi atau gerak, yaitu, tanpa perubahan sesuatu yang bersangkutan itu secara kuantitatif. Dalam bentuk ini, karenanya, azas misterius dari Hegel itu tampak tidak hanya sangat rasional, melainkan bahkan jelas sekali.
Nyaris tidak perlu dinyatakan lagi, bahwa berbagai keadaan benda-benda secara allotropik (allotropy=variasi sifat-sifat fisikal tanpa perubahan substansi) dan agregasional (terkumpul jadi satu), karena mereka bergantung pada berbagai pengelompokan molekul-molekul, bergantung pada jumlah-jumlah yang lebih banyak atau lebih sedikit dari gerak yang dikomunikasikan pada benda-benda itu.
Tetapi, bagaimana tentang perubahan bentuk atau gerak, atau yang disebut energi? Apabila kita mengubah panas menjadi gerak mekanikal atau vice versa, tidakkah kualitas diubah sedangkan kuantitasnya tetap sama? Benar sekali. Tetapi dengan perubahan bentuk atau gerak itu adalah seperti dengan kejahatan-kejahatan Heine; setiap orang jika sendirian bisa saja saleh, luhur-berbudi, karena untuk kejahatan-kejahatan selalu diperlukan dua orang. Perubahan bentuk atau gerak selalu merupakan suatu proses yang terjadi di antara sedikitnya dua benda, yang satu kehilangan sejumlah tertentu gerak dari suatu kualitas (misalnya, panas), sedangkan yang satu lagi memperoleh kuantitas gerak dari kualitas lain yang bersesuaian (gerak mekanikal, listrik, dekomposisi kimiawi). Di sini, karenanya, kuantitas dan kualitas saling bersesuaian satu sama lain. Sejauh ini belum ditemukan kemungkinan untuk mengubah suatu bentuk gerak menjadi satu bentuk gerak yang lain dalam sebuah benda tunggal yang terisolasi.
Di sini yang pertama-tama kita permasalahkan yalah benda-benda tidak-hidup (benda mati); hukum yang sama berlaku bagi benda-benda hidup, tetapi ia beropperasi dalam kondisi-kondisi yang sangat kompleks dan pada waktu sekarang pengukuran kuantitatif acapkali masih belum mungkin bagi kita.
Jika kita membayangkan sesuatu benda mati terpotong menjadi potongan-potongan lebih kecil dan lebih kecil lagi, mula-mula tidak terjadi perubahan kualitatif. Namun ini ada batasnya: jika kita berhasil, seperti dengan penguapan (evaporasi), dalam memperoleh molekul-molekul terpisah itu dalam keadaan bebas, maka benarlah bahwa kita lazimnya dapat membaginya lebih lanjut, namun hanya dengan suatu perubahan kualitas secara menyeluruh. Molekul itu didekomposisi ke dalam atom-atomnya yang terpisah-pisah, yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dengan sifat-sifat molekul itu. Dalam hal molekul-molekul itu terdiri atas berbagai unsur kimiawi, atom-atom atau molekul-molekul unsur-unsur itu sendiri muncul sebagai gantinya molekul persenyawaan itu; dalam hal molekul-molekul unsur-unsur, tampillah/muncullah atom-atom bebas yang menimbulkan akibat-akibat/efek-efek kualitatif yang sangat berbeda-beda; atom-atom bebas dari oksigen yang lahir secara mudah dapat menghasilkan yang tidak pernah dapat dicapai oleh atom-atom dari oksigen atmosferik, yang terikat menjadi satu di dalam molekul itu.
Tetapi, molekul itu secara kualitatif juga berbeda dari massa benda yang padanya molekul itu termasuk. Ia dapat melakukan gerakan-gerakan secara bebas dari massa itu dan selagi yang tersebut belakangan itu tampak lembam, yaitu misalnya, vibrasi- vibrasi panas; melalui suatu perubahan posisi dan keterkaitan dengan molekul-molekul di sekitarnya ia dapat mengubah benda itu menjadi suatu allotrope atau suatu keadaan agregasi yang berbeda.
Dengan demikian kita melihat bahwa operasi pembagian yang semurninya kuantitatif itu mempunyai suat batas di mana ia menjadi terubah menjadi suatu perbedaan kualitatif: massa itu terdiri semata-mata atas molekul-molekul, tetapi ia sesuatu yang pada pokoknya berbeda dari molekul itu, tepat sebagaimana yang tersebut belakangan berbeda dari atom. Perbedaan inilah merupakan dasar bagi pemisahan mekanika, sebagai ilmu dari massa-massa ruang angkasa dan bumi, dari ilmu fisika, sebagai mekanika molekul-molekul, dan dari ilmu kimia, sebagai ilmu fisika atom-atom.
Di dalam ilmu mekanika, tidak terjadi kualitas-kualitas; paling-paling keadaan-keadaan seperti keseimbanghan (ekuilibrium), gerak, energi potensial, yang kesemuanya bergantung pada perpindahan/peralihan (transference) gerak yang dapat diukur dan sendirinya berkemampuan ekspresi (pernyataan) kuantitatif. Karenanya, sejauh perubahan kualitatif terjadi di sini, itu ditentukan oleh suatu perubahan kuantitatif yang bersesuaian.
Di dalam ilmu fisika, benda-benda diperlakukan sebagai yang secara kimiawi tidak dapat diubah atau tidak berbeda; kita berurusan dengan perubahan-perubahan keadaan-keadaan molekularnya dan dengan perubahan bentuk gerak, yang dalam semua kasus, sekurang-kurangnya pada satu dari kedua sisinya, membuat molekul itu beraksi. Di sini setiap perubahan adalah suatu transformasi kuantitas menjadi kualitas, suatu konsekuensi dari perubahan kuantitatif dari jumlah suatu atau lain bentuk gerak yang dikandung di dalam benda itu atau yang dikomunikasikan padanya.
"Demikianlah temperatur (suhu) air adalah, pertama-tama, sesuatu yang tidak ada artinya dalam hubungan likuiditasnya; betapapun dengan peningkatan atau pengurangan suhu air cair, tercapailah suatu titik di mana keadaan kohesi ini berubah dan air itu diubah menjadi uap atau es." (Hegel, Enzyklopädie, Gesamtausgabe, Bd.VI, Hal.217.)
Demikian pula, suatu kekuatan arus minimum tertentu dipersyaratkan agar kawat platinum dari sebuah lampu pijar listrik menyala; dan setiap metal memiliki suhu pijar dan padunya, setiap cairan mempunyai titik beku dan didihnya yang tertentu pada suatu tekanan tertentu --sejauh alat kita memungkinkan kita mereproduksi suhu yang diperlukan; akhirnya, setiap gas juga mempunyai titik kritikalnya, di mana ia dapat dicairkan lewat tekanan dan pendinginan. Singkatnya, yang disebut konstan-konstan fisikal untuk sebagaian besar tidak lain dan tidak bukan adalah penandaan-penandaan (designations) titik-titik nodal di mana perubahan kuantitatif (berupa) pertambahan atau pengurangan gerak menghasilkan perubahan kualitatif dalam keadaan benda bersangkutan, di mana, karenanya, kuantitas diubah menjadi kualitas.
Namun, bidang di mana hukum alam yang ditemukan oleh Hegel itu merayakan kejayaannya yang paling penting yalah bidang ilmu kimia. Ilmu kimia dapat diistilahkan ilmu mengenai perubahan-perubahan kualitatif dari benda-benda sebagai hasil komposisi kuantitatif yang berubah. Hal itu sudah diketahui oleh Hegel sendiri. (Logik, Gesamtausgabe, III, hal. 433.) Seperti dalam hal oksigen: jika tiga atom bersatu ke dalam sebuah molekul, gantinya yang lazimnya dua buah, kita mendapatkan ozone, suatu benda yang amat sangat berbeda dari oksigen biasa dalam bau dan reaksi- reaksinya. Dan memang, berbagai proporsi yang di dalamnya oksigen berpadu dengan nitrogen atau sulfur, yang masing-masing menghasilkan suatu substansi yang secara kualitatif berbeda dari setiap lainnya! Betapa berbeda gas ketawa (nitrogen monokside N2O2) dari nitrik anhydride (nitrogen pentoxide, N2O5)! Yang pertama adalah suatu gas, yang kedua pada suhu-suhu normal adalah suatu substansi kristalin padat. Namun begitu, seluruh perbedaan dalam komposisi yalah bahwa yang kedua itu mengandung oksigen yang lima kali lipat lebih banyak daripada yang pertama, dan di antara keduanya itu terdapat tiga okside nitrogen lebih banyak (NO, N2O3, NO2), yang masing-masingnya secara kualitatif berbeda dari dua yang pertama dan satu sama lainnya.
Hal ini tampak lebih menyolok lagi dalam deretan gabungan-gabungan karbon homolog, terutama dari hidrokarbon-hidrokarbon yang lebih sederhana. Dari parafin-parafin normal, yang terendah jalah methani, CH4; di sini keempat kaitan atom karbon dijenuhi oleh empat atom hidrogen. Yang kedua, ethane, C2H6, mempunyai dua atom karbon yang tergabung dan keenam kaitan bebas itu dijenuhi dengan enam atom hidrogen. Dan begitulah seterusnya, dengan C3H8, C4H10, dan seterusnya, sesuai rumusan aljabar CnH2n+2, sehingga dengan setiap penambahan CH2 terbentuk sebuah benda yang secara kualitatif berbeda dari sebuah yang terdahulu. Tiga anggota paling rendah dari deretan itu adalah gas-gas, yang tertinggi yang dikenal, hexadecane, C16H34, adalah suatu benda padat dengan suatu titik didih 270°C. Tepat seperti itu pula yang berlaku bagi deretan alkohol-alkohol primer dengan formula CnH2n+2O, yang diderivasi (secara teoretikal) dari parafin-parafin, dan deretan asam-asam lemak monobasik (formula CnH2nO2). Perbedaan kualitatif yang dapat ditimbulkan oleh penambahan kuantitatif C3H6, diajarkan oleh pengalaman jika kita minum Ethyl Alkohol, C2H6O, dalam bentuk cair (yang dapat diminum) tanpa penambahan alkohol-alkohol lainnya, dan pada suatu kesempatan lain minum ethyl alkohol yang sama itu, tetapi dengan menambahkan sedikit saja amyl alkohol, C5H12O, yang menjadi pembentuk utama dari minyak pelebur (fusel) yang mengerikan itu. Kepala seseorang pasti akan menyadari akan hal itu di pagi esok harinya, suatu siksaan yang sangat; sehingga seseorang bahkan dapat mengatakan bahwa kemabokan itu, dan perasaan "keesokan pagi" berikutnya itu, adalah juga kuantitas yang diubah menjadi kualitas, di satu pihak dari ethyl alkohol dan di lain pihak dari tambahan C3H6 ini.
Di dalam deretan ini kita menjumpai hukum Hegelian itu dalam bentuk yang lain lagi. Anggota-anggota yang lebih rendah hanya memperkenankan suatu saling-pengaturan tunggal dari atom-atom. Namun, jika jumlah atom-atom yang digabung menjadi sebuah molekul mencapai suatu ukuran yang secara tetap ditentukan bagi setiap deretan, maka pengelompokan atom-atom itu di dalam molekul dapat terjadi dalam lebih dari satu cara; sehingga dua atau lebih substansi isomerik dapat dibentuk, yang mempunyai jumlah-jumlah sama dari atom-atom C, H dan O di dalam molekul itu, tetapi bagaimanapun secara kualitatif berbeda satu sama lainnya. Kita bahkan dapat memperhitungkan berapa banyak isomer-isomer seperti itu dimungkinkan bagi setiap anggota dari deretan itu. Demikianlah, dalam deretan-deretan parafin, bagi C4H10 terdapat dua, bagi C5H12 terdapat tiga; di antara anggota-anggota lebih tinggi, jumlah isomer yang mungkin bertambah dengan sangat cepat. Karenanya, sekali lagi, adalah jumlah kuantitatif atom-atom itu di dalam molekul yang menentukan kemungkinan itu dan, sejauh yang telah dibuktikan, juga keberadaan sesungguhnya dari isomer-isomer yang secara kualitatif berbeda seperti itu.
Masih ada lagi. Dari analogi substansi-substansi yang kita kenal/ketahui dalam setiap dari deretan-deretan ini, kita dapat menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai sifat-sifat fisikal dari anggota-anggota yang masih belum dikenal/diketahui dari deretan-deretan ini dan, sedikitnya bagi anggota-anggota yang segera menyusul anggota-anggota yang diketahui, memprediksikan sifat-sifatnya, titik didihnya, dan sebagainya, secara agak pasti.
Akhirnya, hukum Hegelian kesahihannya tidak hanya bagi substansi-substansi gabungan, melainkan juga bagi unsur-unsur kimiawi itu sendiri. Kini kita mengetahui bahwa
"sifat-sifat kimiawi unsur-unsur adalah suatu fungsi periodikal dari bobot-bobot atomiknya" (Roscoe-Schorlemmer, Ausführliches Lehrbuch der Chemie, II, hal.823),
dan bahwa, karenanya, kualitas mereka ditentukan oleh kuantitas berat atomik mereka. Dan pengujian atas hal ini telah dilakukan dengan gemilang. Mendeleyev telah membuktikan bahwa berbagai celah terdapat/terjadi dalam deretan-deretan unsur-unsur bersangkutan yang diatur menurut berat-berat atomik yang menandakan bahwa di sini unsur-unsur baru masih harus ditemukan. Jauh sebelumnya telah diuraikannya sifat-sifat kimiawi umum dari salah-satu dari unsur-unsur yang belum diketahui ini, yang disebutnya eka-aluminium, karena itu menyusul sesudah aluminium di dalam deretan-deretan yang dimulai dengan yang tersebut belakangan, dan ia memprediksikan perkiraan berat khusus dan atomik maupun volume atomiknya. Beberapa tahun kemudian, Lecoq de Bois-baudran benar-benar menemukan unsur ini, dan prediksi-prediksi Mendeleyev cocok benar dengan hanya kelainan-kelainan sangat kecil. Eka-aluminium dinyatakan dalam gallium (ibid., hal. 828). Dengan cara penerapan--secara tidak sadar--hukum Hegel mengenai transformasi kuantitas menjadi kualitas, Mendeleyev mencapai suatu hasil ilmiah yang luar biasa, yang tidaklah berlebih- lebihan jika disamakan dengan hasil Leverrier dalam memperhitungkan orbit planet yang hingga saat itu belum dikenal, yaitu planet Neptune.
Di dalam ilmu biologi, seperti halnya dalam sejarah masyarakat manusia, hukum-hukum yang sama berlaku pula pada setiap langkah, namun kita lebih suka berurusan dengan contoh-contoh dari ilmu- ilmu pasti, karena di sini kuantitas-kuantitas dapat diukur dan dilacak secara cermat.
Barangkali orang terhormat yang sama yang hingga kini telah menolak transformasi kuantitas menjadi kualitas sebagai mistisisme dan transendentalisme yang tidak masuk akal, kini akan menyatakan bahwa itu benar-benar sesuatu yang sangat gamblang, tidak berarti, dan biasa-biasa saja, yang telah lama mereka gunakan, dan dengan begitu mereka tidak mendapatkan pelajaran apapun yang baru. Tetapi dengan--untuk pertama kalinya--telah dirumuskan suatu hukum perkembangan umum dari alam, masyarakat dan pikiran, dalam bentuknya yang kesahihannya bersifat universal, itu untuk selamanya akan merupakan suatu langkah yang bermakna historikal. Dan apabila tuan-tuan ini selama bertahun-tahun telah menyebabkan ditransformasikannya kuantitas dan kualitas hingga tercampur aduknya satu sama yang lainnya, tanpa mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu, maka mereka mesti menghibur diri mereka sendiri dengan Monsieur Joudain-nya Molière yang sepanjang hidupnya mengucapkan prosa tanpa sedikitpun mengerti yang dikatakannya.

Minggu, 03 Januari 2010

Sebuah Perjalanan Hidup Yang Melelahkan#2

sbuah Pertaruhan Hidup....
yang sangat melelahkan,ternyata bukan hanya kepengapan yang dia dapatkan dalam gedung yang pengap dan di bawah seng PANAS yang mampu membakar kulitnya....
"Ternyata dalam kerja membutuhkan konsentrasi dan kedisiplinan yang penuh jika tidak maka nyawa taruhannya....." Cerita si-awan Pada gimin.
"kenapa harus Nyawa yang jadi taruhan wan???.." Tanya Gimin.

" Kalo P.DEWAN ngantor telat tak ada yang urus dan itu sudah biasa..."
" Tapi Klo saya telat kerja maka PHK ancamannya...trus anak istri saya makan apa Min..." ujar Awan....

To be continue..... Part#3