Senin, 30 November 2009

Waspada Pelanggaran HAM Dalam Pendidikan

Oleh: SaiFul HaQi


“Ketika Kebebsan Di Kekang
- Ketika Kritik Tak Lagi Di Dengar
Maka Hanya Ada Satu Kata LAWAN!!!”

PENDAHULUAN
Era liberalisasi yang menggembar gemborkan sebuah Hak Asasi Manusia terus di propagandakan oleh kalangan kaum reaksioner, akan tetapi kenyataannya HAM hanyalah sebagai alat dalam melakukan suatu penindasan atas bangsa yang berkembang atau terbelakang, fenomena ini di picu dengan gegap gempitanya pasar modal yang tak kenal setiap lini kehidupan yang dimasukinya, tak luput pula sektor pendidikan.

Sebagaimana yang telah di ikrarkan dalam konfenan PBB akan penegakan HAM (Uninversal Declaration Of Human Right; 10 Desember 1948) dalam kehidupan social tak ada artinya ketika seluruh sistim yang di gunakan penguasa hari ini lebih dominan yaitu dalam satu lingkaran tatanan masyarakat yang kapitalistik. Pendidikan yang seharusnya mampu meningkatkan sebuah kebudayaan di nation, kini telah menjadi lahan pasar yang tempat berkumpulnya investasi para pemodal. Maka tak ayal lagi dalam upaya menyelamatkan modal kekeraan dan represifitas dalam dunia pendidikan sering kali terjadi artinya tidak ada lagi ruang-ruang demokratis dalam dunia pendidikan.

Pelanggaran HAM dalam dunia pendidikan sangat lah menarik kita kaji dan di diskusikan dalam setiap media kelompok studi, bahkan tongkrongan War-Kop, kantin kampus dan di mana tempat massa itu berada, karena pelanggaran HAM sangatlah luas yang dapat kita ketahui katakanalah pelarangan berorganisasi atau berekspresi dalam kampus, atau keterlibatan Mahasiswa dalam pengambilan kebijakan-kebijakan strategis kampus. Ketika membicarakan persoalan HAM yang sangat luas tentu kita tidak hanya berbicara soal keumuman saja dalam pendiskusian ini, lebih tepatnya kita mencoba mengkaji beberapa pelanggaran HAM secara khusus di beberapa kampus di kota Malang. Oleh karena itu eksplorasi kawan-kawan dalam pembahasan ini sangat saya harapkan dalam mengolah dan bertukar wacana atas persoalan pelanggaran HAM dalam pendidikan ini khususnya yang terjadi di kampus-kampus kota Malang.

PEMBAHASAN
• Hak-hak dasar manusia dalam pendidikan
Berawal dari sejarah adanya akan hak-hak dasar manusia atu HAM tidak muncul begitu aja akan tetapi hal ini melalui prosess dan perjuangan yang amat sangat panjang mulai dari perjanjian Weshpalia tahun 1648 sampai awal abad ke-20-an, sebagaimana yang telah di deklarasikan di beberapa negara tertentu seperti; Bill of Rights (1688) di Inggris, Declaration of Independence (1776) di AS, dan Declaration des Droits de l’Homme et du Citoyen (1789) di Prancis, walaupun bersifat domestik di beberapa negara tertentu akan tetapi sangat penting dalam kelahirannya, sehingga turut mengilhami akan sebuah jargon-jargon “ Liberte, Egalite and fraternite ” kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan.

Sebagaimana yang telah di sepakati oleh negara-negara yang mengdeklarasikan HAM bahwa pendidikan adalah suatu keharusan yang perlu di langsungkan guna mencapai perkembangan yang utuh akan kepribadian manusia dan paham akan martabatnya, dengan demikian pendidikan akan menunjang akan pemahaman toleransi, persahabatan, rasial dan etnis dalam sebuah masyarakat yang bebas dan tak ada sebuah diskriminasi sebagaimana yang tertera dalam “Pasal 13-14 Tentang Hak Pendidikan” .

Sebuah permasalahan dalam dunia pendidikan yang sangat banyak syarat akan adanya pelanggaran HAM, kenyataan objektif tersebut dapat kita lihat dalam lembaga-lembaga pendidikan seperti di kampus, beberapa persoalan akan pelanggaran HAM dalam dunia pendidikan secara keumuman antara lain: pertama; adanya sebuah diskriminasi ekonomi, sosial maupun budaya di dunia pendidikan, kedua; adanya pembatasan dan pelarangan dalam berekspresi atau berorganisasi, ketiga; kekerasan atau represifitas terhadap peserta didik dan keempat; keterlibatan pesrta didik / mahasiswa dalam pengambilan kebijakan. Iklim ketidak demokratisan dalam pendidikan ini sring kita jumpai bahkan setiap kasus-kasus yang ada, artinnya pembunuhan akan sebuah demokrasi adalah salah satu pelangaran HAM yang tegolong berat karena di sadari maaupun tidak pembunuhan akan demokrasi telah mengekang terhadap kehidupan setiap manusia dimana semangat lahirnya HAM juga diiringi dengan menjunjung prinsip liberte dan egalite / kebebasan dan persamaan.

Dengan mengawali dari pemahaman secara abstrak / keumuman maka kita akan lebih mudah menganalisa dan membahas suatu kekonkritan atas persoalan yang ada dalam konteeks pelanggaran HAM di dunia pendidikan, disadari maupun tidak persoalan pelanggaran HAM dalam pendidikan sering kita jumpai dalam kampus bahkan tak jarang dalam ruangan-ruangan kuliah.

Suatu permasalahan yang tak kunjung usai ini tejadi di beberapa kampus di kota Malang, salah satunya adanya pemberlakuan jam malam hampir keseluruan kampus yang ada telah menerapkannya sehingga dapat kita artikan bahwa ini suatu pembatasan dalam berekspresi dan pengaksesan akan fasilitas yang ada, sebagai konsekuensi dari NKK/BKK, tak ayal kebijakan tersebut banyak tanggapan dan resistensi dikalangan mahasiswa sampai ancaman dan teror bahkan premanisme yang seharusnya tidak terjadi dalam lingkungan akademik, seperti yang terjadi di kampus Nahdiyin pada tahun 2004 persoalan relokasi UKM dan pemberlakuan jam malam.

Selain itu pula dikotomi atau propaganda anti organisasi ekstra kampus sangat gencar dilakukan upaya depolitisasi bagi mahasiswa mengakibatkan alam berpikir mahasiswa sempit dan tidak peka akan kondisi sosial yang berkembang, artinya pengekangan atau kebebasan berorganisasi dalam kampus saat ini cukup kental di lakukan oleh para birokrat kampus seperti yang terjadi di kampus Univ. Malang dan Univ. Muhammadiah Malang baik yang di lakukan oleh pihak birokrat kampus maupun lembaga eksekutif mahasiswa, sehingga ini juga berpengaruh terhadap ruang gerak bagi ormass gerakan selama ini. Kebijakan-kebijakan yang tidak populis ini seolah-olah kampus tak lagi sebagai institusi yang berpihak terhadap rakyat akan tetapi menjadi kepentingan rezim dalam mendoktrinisasi akan sistem ekonomi politiknya upaya membentuk pola pikir peserta didik. Bukankah ini adalah suatu pelanggaran HAM yang memaksakan kehendak peserta didik meyakini ataupun mempelajari suatu pengetahuan atau teori-teori yang konstruktif tatanan masyarakat yang lebih maju dan sejahtera.

Ketika kebebasan beserikat di larang maka yang muncul tak ada kebebasan berpendapat di depan umum, karena ketika kita melakukan aksi-aksi massa dalam kampus yang terjadi adalah initimidasi atau ancaman sperti yang di alami oleh salah satu anggota SMI Ridwan Hadi Wicaksono di Univ. Muhammadiah Malang sebagaimana yang di lakukan birokrasi dengan memberikan slip nilai kepada orang tuanya upaya memberikan tekanan psikologis terhadapnya .

Beberapa paparan di atas itu hanyalah sebagian kecil saja dan terbatas pada teritorial kampus belum lagi kita lihat persoalan pembatsan dalam mengakses atau memberikan penididikan bagi rakyat baik buruh maupun petani yang ada di kota malang, sehingga arah tujuan bangsa ini jelas yaitu betul-betul mewujudkan kebudayaan yang maju dan modern tanpa adanya sebuah penindasan dari bangsa yang dominan hari ini.

• Tanggung jawab kedepan bagi Ormass Mahasiswa
Suatu tantangan dan tugas mulia bagi mahasiswa yang progresif kedepan ketika melihat realitas kekerasan dan pelanggaran HAM dalam pendidikan saat ini, tak ada jalan keluar bagi suatu bangsa yang mengalami keterpurukan dalam sendi kehidupan, oleh karena itu beberapa tugas bagi kalangan aktivis gerakan atau mahasiswa progresif adalah:

Pertama; Mengkampanyekan akan beberapa persoalan pendidikan dan sebab-sebab dasarnya, yang sebenarnya tidak pernah berpihak terhadap kepentingan rakyat serta menjelaskan bahwa kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan adalah sebuah titipan kaum imperialis, seperti halnya UU-BHP.

Kedua; Memperkuat basis massa dan memperkuat pengaruh organisasi di kalangan massa upaya mewujudkan demokratisasi kampus dengan memberikan pendidikan-pendidikan politik sehingga massa bangkit dari kesadarannya dengan menuntut persoalan-persoalan dalam pendidikan dan mendesak pemerintah melalui aksi massa untuk mencabut SK Dikti No. 26 / 2002 “tentang pelarangan Organisasi Massa dan Parpol beraktifitas dalam kampus”.

Ketiga; Membentuk dan memperkuat wadah perjuangan politik bersama yaitu Front Persatuan yang luas dari tingkatan Nasional, daerah, hingga lini terendah organisasi tempat massa berada, dalam menghadapi musuh-musuh rakyat yaitu Imperialisme dan komperadornya SBY-Budiono yang selama ini tidak penah berpihak kepada kepentingan rakyatnya.

PENUTUP
Kawan-kawan sekalia yang terhormat……
Sudah tampak jelas bagi kita tentunya,kitika melihat kondisi yang ada sebagimana yang telah diulas tantang beberapa fenomena pelangaran HAM dalam dunia pendidikan. Maka bagaimanapun juga kita tidak bisa tinggal diam atau mengamini begitu saja atas realitas yang ada, dengan demikian tak patut untuk menengadah, tak patut untuk merunduk bagi kita tataplah kedepan yakinlah bahwa perjuangan dan kemenangan ada di tangan kita. Akhirul kata dari saya terima kasih….



-( Selamat Berdiskusi )-

Sabtu, 21 November 2009

Peranan Pemuda Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional

Peranan Pemuda Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional
Oleh: Saiful Hakki

Pemuda yang memiliki semangat yang menyala-nyala dan berkobar-kobar, ternyata sangat penting sekali peranannya dalam melakukan prlawanan terhadap kolonialisme yang telah menjajah bangsa ini ber abad-abad lamanya, maka tak ayal ada yang mengatakan bahwa Revolusi Agustus 1945 di katakan sebagai revolusi pemuda.
Kebijakan Politik etis 1901 di Hindia Belanda telah memberikan angin segar terhadap Bumi Putra / rakyat indoonesia dalam kesadaran menuju kemerdekaan sebuah bangsa yang telah lama tereksploitasi dari penjajahan Belanda, di abad ke-XX ini adalah kebangkitan bumi putra dalam cita-cita kemerdekaan negara yang di tandai dengan lahirnya beberapa organisasi modern, dalam istilahnya Takeshi Shiraisi dalam bukunya “Zaman Bergerak” sebagai titik tolak radikalisasi rakyat jawa. Perkembangan situasi ekonomi sosial politik pada masa itu telah memberikan pelajaran bagi pemuda bangsa khususnya dan rakyat ini, sehingga terbangunlah organisasi pemuda “ Mahasiswa STOVIA “ School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten yang kita kenal demgan Boedi Oetomo ( BO ) pada tamggal 20 Mei 1908, atau yang kita kenal sebagai hari kebangkitan Nasional B-O adalah organisasi pemuda modern “ dalam hal ini memiliki pandangan politik dan pemimpin” yang lahir dari pmuda-pemuda bumi putra walaupun toh berangkat dari kesadaran lokal. Dengan lahirnya B-O sasngat berpengaruh sekali atas kondisi sosioal politik di Hindia Belanda dan kelahiran organisasi-oganisasi modern lain. Dengan semakin menonjolnya orientasi politik di kalangan pemuda tak jarang yang meleburkan dan ikut serta dalam organisasi-organisasi lain seperri Sarikat Islam ( SI ) yang lahir di Lawean Solo, Indische Party ( IP ) dan sebagainya.
Setelah pemberontakan-pemberontakan terjadi oleh massa rakyat di beberapa daeraah pada tahun 1926 terhadap kolonialisme telah memberikan batu alas akan semangat Nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan di sadari maupun tidak hal tersebut dapat kita lihat atas ikrar pemuda pada tahun 1928 tepatnya pada tanggal 28 Oktober ( Sumpah Pemuda ), dengan sumpah setianya “ Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia ”, di mana rumuasan yang termanifes ini tidak lain dari bentuk identitas atau simbol nasionalis, sebagai langkah persatuan dalam menggalang kekuatan untuk melawan kolonial. Atau dapat kita lihat sebagai Counter Idology ( idiologi tandingan ) yang secara komprehensip dapat di artikan sebagai tandingan simbol perlawanan kepada kolonial.
Pada masa penjajahan Fasisme Jepang ( 1942-1945 ), akibat dari kuatnya represifitas dan bengisnya tentara jepang terhadap bangsa ini telah mengakibatkan krisis pergerakan, akan tetapi pemuda tidak ambil diam atas situasi tersebut dengan semangat kemerdekaan inilah pemuda banyak melakukan pergerakan di bawah tanah “ Under Ground “ untuk terus mempresur kekuatan jepang dengan wadah persartuan.
Di sinilah dapat kita lihat bersama bagaimana peranan pemuda pada masa detik-detik kemerdekaan / revolusi Agustus-45, dengan menujukkan jiwa pemudanya yaitu semangat yang berkobar-kobar telah menimbulkan perdebatan atau perbedaan pandangan antara golongan muda dengan golongan tua, namun tetap dalam satu cita-cita yaitu kemerdekaan Indonesia. Pemuda dengan jiwa mudanya menginginkan kemerdekaan Indonesia di jalankan dengan cara yang revolusioner upaya membuktikan bahwa proklemasi kemerdekaan bukanlah hasil pemberian Jepang akan tetapi tidak lain dari hasil jerih payah rakyat Indonesia. Sehingga terjadilah penyerangan terhadap Jepang dan peristiwa Rengasdengklok dengan melakukan penculikan terhadap Soekarnao dan mendesaknya untuk memproklamirkan kemerdekaan indonesia, yang mana di inisiasi oleh golongan muda atau tepatnya adalah Kelompok Studi Mahasiswa yaitu kelompok Menteng-31 sehingga terwujudlah kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut ini telah menujukkan bagi kita bahwa peranan pemuda sangat penting disini dalam proses menuju Indonesia merdeka dan cukup relevan jika di katakan bahwa proklamasi kemerdekaan indonesia adalah sebagai revolusi pemuda mengingat peranannya yang cukup besar dengan turut andil dalam kemerdekaan Agustus-1945.

Mengembalikan Jiwa Nasionalisme Bagi Pemuda Indonesia
Arus globalisasi dengan sistim leberalismenya telah mengakibatkan bangsa ini kembali pada zaman kolonial dahulu yang bermetamorfosis, pemuda tidak lagi bangga akan budaya bangsa ini serta kecintaan terhadap bimi pertiwi ini sudah tak terlihat kembali akibat doktrin globalisasi yang mengarahkan pikiran pemuda kepada arah pragmatisme dan konsumerisme atau pendek katanya kalau tidak berbau barat tidak gaul, bahkan yang sangat ironis sekali kesadaran berorganisasipun di jauhi oleh kalangan pemuda akibat banyaknya hiburan-hiburan / dugem mengakibatkan budaya hedonisme menjadi virus atas kecintaannya terhadap bangsa ini dan semakin menjauhkan dirinya dari realitas sosialnya.
Padahal kalau kita lihat secara teori sosial suatu masyarakat yang modern salah satu cirinya selain di tandai dengan majunya teknologi juga, adalah tergabungnya individu-induvidu dalam strata sosial atau organisasi namun pada kenyataanya doktrin Neo-Liberalisme telah menghancurkan segala sendi kehidupan bangsa ini bukan hanya di bidang ekonomi saja bahkan moral pemudapun telah terkena imbasnya dengan budaya konsumerisme, hedonisme dan Life Style-nya saat ini, melalui media penayangan sinetron, film, dan sebagainya.
Melihat persoalan pemuda tersebut sangat mengelus dada, padahal kalau kita lihat pada sejarah bengsa ini dimana peranan pemuda terhadap kemerdekaan sangatlah penting peranannya, dapat kita bandingkan kesadaran berorganisasi peda abad XX sangat tinggi sekali namun saat ini pemuda indonesia sudah mengalami penurunan terhadap kesadaran dan kecintaannya nation ini akibat penjajahan model baru yaitu dengan penanaman budaya-budaya barat “Westernisasi” terhadap bangsa ini dan tentunya juga bidang ekonomi.
Tentunya tugas pemuda kedepan sangatlah besar dan mulia, selayaknya seorang pemuda yang harus memiliki jiwa patriotik, progressif, militan dan dinamis dalam mengemban tugas sejarah bangsa, jika realitas pemuda hari ini jauh dari karakter dan jiwa tersebut, maka sadar atau tidak kita akan tergilas dan terseret oleh jalannya sejarah yang senantiasa berdialektik, berkembang dan bergerak....
Denagan demikian saatnyalah pemuda kembali mengobarkan semangat juangnya dan mengembalikan kecintaannya terhadap nation ini, yang mesih dalam keadaan terjajah oleh imperialisme dengan menyatukan diri dalam organisasi-organisasi kepemudaan, sehingga pemuda kembali memberikan angin segar terhadap nation indonesia yang sebentar lagi akan merayakan kemerdekaannya.

"Selamat BerKontradiksi"

Rabu, 11 November 2009

Meruntuhkan Paham Sesat Kebangsaan “Pokok-pokok pemikiran Lenin dan Stalin” Pembedah: Saiful HaQi

“Tidak ada peraktek Revolusioner
Tanpa Teori Revolusioner”.
( V I. Lenin )


Buku yang tapis berjumlah 200 halaman ini sangat kaya akan sebuah kajian teoritik dan sangatlah menarik untuk dibedah bagi kalangan aktifis gerakan bahkan mungkin jadi buku pegangan, karena senantiasa berdekatan dengan persoaln-persoalan politik. Apalagi bagi anggota SMI sebagai aktifis gerakan yang mengkarakterkan dirinya progressif demokratik tentu haruslah faham betul akan makna sebuah bangsa, dari percikan-percikan pemikiran Lenin dan Stalin seorang tokoh berkaliber internasional bagi kalangan gerakan kiri yang anti Imperialis, maka sangatlah relefan kiranya dalam kajian kebangsaan ini dengan “Garis Politik Pembebasan Nasional Dari Imperialisme”sebagaimana kita yakini dan diperjuangkan.

Kawan-kawan sekalian yang terhormat….
Ditengah-tengah zaman yang sangat liberal dan jahiliah ini, dimana semangat dan rasa cinta terhadap bangsa ini semakin menipis dikalangan pemuda mahasiswa, sangatlah tercermin bagaimana kehidupan massa rakyat saat ini, krisis kepercayaan terhadap rezim komperador, kesulitan himpitan ekonomi telah menciptakan gerkan sparatisme dan gerakan primordial di daerah-daerah yang mengancam sebuah persatuan yang telah lama dibangun puluhan tahun lamanya oleh pendahulu kita, Soekarno “Nation State Carakter Bulding”.

Sebuah karya ilmiah yang di kaji oleh SARDO dalam menyelesaikan tugas akhirnya, yang mana pada situasi tidak demokratis dan dihadapkan dengan tingkat represifitas rezim sangtalah tidak mudah bagi pemuda yang berkelahiran di tanah Jakarta ini untuk mendapatkan kajian-kajian ilmiah yang selama ini masih dilarang ( TAP – MPRS ) tantang aliran Mrxisme, Leninisme dan Komonisme.

Sangatlah tidak mudah kita fahami tentang apa sebenarnya bangsa itu dan bagaimana praktek pembangunan bangsa dipelbagai negara, serta apa atau unsur yang mempengaruhi lahirnya sebuah bangsa, lantas apakah dengan lahirnya bangsa adalah akhir dari tujuan perjuangan??? Pokok-pokok pikiran Lenin dan Stalin ini tentu menggunakan sebuah pendekatan materialisme sebagai cara berpikir dan analisa kelass dalam mengkaji sebuah bangsa, bagaimanapun juga sesungguhnya penindasan kapitalisme tidaklah mengenal batas-batas negara-bangsa (nation state) dalam istilah Lenin dan Stalin “oppressor nation” bangsa penindas dan “oppressed nation” bangsa tertindas (namun hal yang perlu kita pahami tidaklah selinier hubungan antara buruh dengan tuan kapitalis dalam penindasan antar bangsa), sebagaimana terjadi pada masa-masa VOC di Indonesia. Kareana pada dasarnya penindasan antar bangsa seringkali perlu kajian yang mendalam dan analisa yang konkrit jika kaum gerakan kiri tidak jeli melihat kondisi tersebut akan terjebak pada perang borjuis (kepentingan modal) yang seringkali mmenggunakan atas nama rakyat dan bangsa.

1. Apa Bangsa itu?.
Memperbincangkan persoalan bangsa sebenarnya banyak para pakar yang mengkaji-nya katakanlah bagaimana menurut pandangan Ernest Renan (1823-1892) pemikir perancis dalam pembentukan sebuah bangsa dan syarat-syarat terbentuknya, pengertian Ernest Renan terahadap bangsa dalam bukunya “Questce qu’une nation?” Apa bangsa itu?, adalah jiwa suatu asas rohani, dimana jiwa / rohani didasari atas duahal, pertama: adanya kenangan bersama atas kepemilikan bersama di masa lalu, kedua: kesepakatan / persetujuan, hasrat yang kuat untuk hidup bersama di masa kini dan seterusnya. Oleh karena itu Renan menegaskan bahwa bangsa suatu solidaritas yang berskala besar dengan bentuk kesadaran bahwa manusia yang sudaah banyak berkorban di masa lalu, maka bersedia untuk berkorban di masa mendatang. Dalam prespektif Renan ini tidak melihat peranan bahasa, ras, dan agama, bahkan factor geografispun tidak menjadi yang utama.

Sedangkan menurut B.Anderson yang lebih menggunakan pendekatan kultural atau secara antropologis, Anderson mengartikan nation atau bangsa adalah “suatu komonitas politis dan dibayangkan (imagined) sebagai suatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan”.
Bangsa yang dikatakan sebuah komonitas oleh Anderson karena dapat dipahami sebagai kesetiakawanan, persaudaraan yang sangat mendalam secara horizontal antara sesama warga bangsa itu sendiri dalam persatuan kedepan geografis.

2. Marxisme dan kebangsaan.
Dalam tubuh gerkan kiripun perdebatan persoalan bangsa sangat alot dan menjadi perhatian khusus, sehingga bagaimana konsep kebangsaan ini menjadi pengertian dan rumusan tersendiri di kalangan gerakan kiri, hal tersebut dapat kita lihat perdebatan atau perbedaan pandangan antra Lenin dengan Luxemburg, dan aktivis gerakan kiri lainnya seperti Trotsky dalam memandang sebuah bangsa, serta bagaimana Stalin merumuskan pengertian sebuah nation itu.

Dari perdebatan dikalangan gerakan kiri yang dapat saya kutip dalam buku ini adalah pandangan Lenin dengan Luxemburg tentang sebuah bangsa yang mana menurut pandangan Lenin sebuah bangsa memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri “the right of nation of self determination of nation” karena Lenin meyakini dengan kemajuan ekonomi rusia dibawah sosialisme akan menyatukan kembali dari bangsa-bangsa yang memisahkan diri, yang ini juga diperkuat oleh artikel-artikel Stalin dalam membahas nation dalam menanggapi argumen-argumen Luxemburg.

Sebaliknya menurut pandangan Luxemburg mengkhawatirkan akan hak bangsa dalam menentukan nasib sendiri, karena ini bisa dimanfaatkan oleh kekuatan borjuasi bangsa tertindas dalam menguatkan posisi modalnya yang sebelumnya ditindas oleh borjuasi penindas, sehingga bukan membebaskan kelass buruh dan memperlama dalam mencapai tujuan sosialisme kelas buruh. Dari pandangan Luxemburg ini sebagai rekan diskusi bagi Lenin telah memberikan perhatian yang cukup mendalam mengkaji sebuah bangsa.

Dari beberpa pandangan dan perdebatan diatas itu kita dapat menilai betapa peliknya persoalan bangsa ini, selanjutnya kita akan mengkaji bagaimana pokok-pokok pemikiran Lenin dan Stali dalam persoalan bangsa yang ini juga menjadi panduan gerak Bolshevik dalam membangun nation pada revolusi Rusia. Serta kita juga akan mengetahui apa syarat yng menjadikan sebuah bangsa, seperti yang di jelaskan dalam buku kecil ini teori bangsa ini lahir bersamaan dengan lahirnya kapitalisme.

Stalin sebagai petugas khusus yang mengkaji sebuah bangsa sebagaimana yang ditugaskan oleh Lenin dalam Bolshevik, mendefinisikan bangsa sebagaimana berikut:

Sebuah bangsa adalah suatu komonitas orang-orang yang stabil, terbukti / ternyatakan secara histories (objektif adanya: ket.pembedah), terbentuk di atas basis kesamaan bahasa, wilayah kehidupan ekonomi, dan make-up psikologisyang termanifestasikan dalam kesamaan budaya. (STALIN)





3. Unsur-unsur Terbentuknya Bangsa.
Dengan jelas Stalin mendefinisikan nation state dan unsur-unsur apa saja yang mempengaruhi akan kelahiran bangsa, sebagaimana juga yang di perkuat oleh Stalin “…bahwa bangsa bukan semata-mata kategori historis, akan tetapi kategori historis milik dari sebuah masa tertentu, yaitu masa kebangkitan kapitalisme”. Beberapa hal yang perlu di garis bawahi dalam definisi tersebut, agar mudah kita pahami yaitu:

 Pertama; komonitas yang stabil (yang di maksud bukan suatu komonitas yang bersifat rasial, etnis maupun suku), tebukti dalam kenyataan histories, artinya komonitas masyarakat stabil yang lahir di masa masyarakat kapitalis.
 Kedua; kategori historis masa kapitalisme, karena bangsa dapat kita ketahui lahir pada masa tumbuhnya kapitalisme dan hancurnya feodalisme, seperti yang di terangkan oleh Lenin tubuhnya kapitalisme menuntut suatu wilayah yang luas dan kesamaan, kekompakan ekonomi politik termasuk juga pembagian kerja. Hal ini yang turut mempengaruhi kelahiran nation state.
 Ketiga; kesamaan bahasa, turut mempengaruhi akan proses kelahiran bangsa karena bahasa sebagai alat komonikasi antar manusiabaik menyangkut politik, ekonomi (perdagangan bebas) atau pendidikan.
 Keempat; kesamaan wilayah, artinya secara geografis dimana suatu komonitas stabil tersebut melakukan aktifitas ekonominya dan dimsna tempat komonitas tersebut berhubungan secara terus-menerus dan sistematis dari generasi ke generasi, karena tanpa adanya kesaman wilayah ini sangat mempengaruhi akan terbangunnya bangsa.
 Kelima; kesamaan proses ekonomi, pandangan Lenin dan Stalin atas hal tersebut karena sebuah bangsa suatu produk dari formasi sosio-ekonimi kapitalisme yang disetiap perkembangannya di beberpa negara tidak sama.
 Keenam; kesamaan budaya adalah suatu karakter dalam pembangunan nation state, karena kesamaan budaya ini sebagai manifestasi dari karakter nasional “mike up psikologis” dalam istilah Lenin dan Stalin, hal tersebut adalah suatu kondisi objektif yang tak dapat di raba namun mempengaruhi bagi budaya sebuah bangsa “national culture”.

Kawan-kawan yang terhormat....
Memahami sebuah bangsa tidaklah mudah ternyata bagi kita sebagai kaum pergerakan “pembebasan nation dari belenggu imperialisme”, dari perdebatan dan pemahaman teoritik di atas meberikan pembelajaran tersendiri agar lebih waspada dan teliti melakukan perjuangan kedepan, serta dapat kita kombinasikan dengan arah perjuangan kedepan, dalam hal ini dapat kita lihat dalam konteks kenusantaraan dalam membangun sebuah negara bangsa / nation state.

4. Pembangunan Nation State Dalam Konteks Nusantara.
Dalaam konteks kenusantaraan dalam proses pembentukan nasional merupakan sebuah sejarah panjang dalam setiap fasenya yang mana meiliki karakteristik tersendiri, Indonesia yang terdiri dai pelbagai suku bangsa dan bahasa dengan jumlah penduduk kurang lebih 228 juta jiwa yang mendiami di setiap kepulauan nusantara, dari suku jawa, madura, sasak, batak, melayu, betawi, bugis dan sebagainya. Akan tetapi beberapa hal yang dapat kita lihat walaupun terdiri dari pelbagai suku bangsa masyarakat Indonesia berasal dari satu rumpun bangsa.

Kontemporer ini banyak sekali gerakan sparatisme (GAM, MRS, Papua Merdeka) hingga terpisahnya Timor-timor, upaya memisahkan diri dari NKRI hal tersebut tentu bukanlah hal yang tabu bagi kita dalam melihatnya, karena kalau kita pahami secara sederhana kondisi tersebut tidak lain suatu upaya bangsa dalam hak menentukan nasib sendiri “the right of nation of self determination of nation”. Ketika suatu krisis kepercayaan dan ketidak sejahteraan ekonomi ( kebutuhan sandang, pangan dan papan) bagi rakyat maka hal tersebut akan memancing tumbuhnya suatu sparatisme, ketika kesejahteraan dan rasa aman dinikmati dan dirasakan oleh rakyat kemungkinan upaya memisahkan diri dari NKRI tidak mungkin terjadi, bukankah persatuan itu relative dan perjuangan itu hal yang pasti dalam kehidupan.


Setelah kita tahu hal tersebut maka suatu kewajiban bagi kaum pergerakan terlibat langsung dalam proses gerakan perjuangan pembebasan nasional dari belenggu imperialisme, tenpa terkecuali anggota Serikat Mahasiswa Indonesia yang meiliki garis politik anti Imperialisme. Dengan demikian tentunya bagi kaum gerakan terus memperkeras diri dalam situasi yang semakin keras, serta dengan mengibarkan panji-panji perlawanan dan meningkatkan militansi, karena tidak ada jalan lain bagi kita “mendidik massa rakyat dengan semangat pergerakan dan mendidik penguasa dengan perlawanan….”




-( Selamat Berdiskusi, Memahami Dan Berjuang )-

Gerakan Demokratik Indonesia ( Sekilas Refleksi Gerakan )

Gerakan Demokratik Indonesia
( Sekilas Refleksi Gerakan )
Oleh; Saiful Haqi


Pendahuluan
Suatu keharusan bagi kalangan aktifis gerakan untuk mengetahui sejarah perkembangan gerakan demokratik di nation ini, karena bagaimanapun juga dari pembacaan sejarah ini kita dapat menarik pelajaran dari beberapa taktik dan strategi perjuangan yang telah lalu. Tak heran jika ada yang mengatakan bahwa sejarah menentukan hari ini dan hari ini menentukan hari esok, adanya gerakan di sebuah nation tidak muncul dengan sendirinya, tentu ada hal yang mempengaruhi / mensyaratkan akan lahirnya sebuah materi yang bernama Gerakan, begitu juga munculnya sebuah ide perjuangan dan melakuakan pergerakan tentu akibat adanya ketidak seimbangan dan kesenjangan serta ketidak adilan yang di alami oleh massa rakyat. Bangsa Indonesia yang lebih dari 300 setengah abad lamanya dalam belenggu kolonialisme, di tambah dengan kelaliman rezim otoriter orde baru selam 32 tahun. Dari beberapa perjalanan tersebut sejarah kelaliman penguasa tidak pernah berpihak pada rakyat sehingga mengalami berbagai macam penindasan memberikan inspirasi terhadap munculnya sebuah organisasi modern dan juga melakukan perlawanan terhadap kelaliman rezim.
Dalam makalah ini kita akan banyak mendiskusikan beberapa evaluasi dan refleksi gerakan dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial dan penguasa, dalam perriode pasca kemerdekaan sehingga kita dapat mempelajari bersama strategi taktik yang di lakukannya, besar harapan kemudian kawan-kawan dapat lebih banyak mengeksplorasinya dalam diskusi ini.
Sejarah gerakan demokratik dan perkembangannya di nation ini di mulai sejak abad ke-XX di mana dalam abad ini banyak bermunculan teori-teori maju dalam melakukan sebuah perjuangan. Kalau kita melihat beberapa perkembangan sejarah tersebut berawal sejak kebijakan politik etis yang ini turut mempengaruhi munculnya sebuah organisasi gerakan. Lalu kalau kita lihat bersama gerakan yang memngambil posisi sebagai oposisi bagi kekuatan rezim yang tidak berpihak pada rakyat selalu mendapatkan pukulan dan represif bahkan berupaya memecah belah kekuatan gerakan untuk mempertahankan statusquonya.

Pengertian
Sebagai pemahaman awal perlu kita ketahui yang di katakana gerakan adalah suatu upaya yang di lakuakan secara sadar dalam mewujudkan sebuah cita-cita masyarakat tertentu yang di dasari oleh rasionalitas / pikiran progresif, secara terus menerus dengan melakukan perjuangan-perjuangan yang konkrit. Pendek kata gerakan adalah cita-cita suatu golongan untuk merubah nasibnya yang tidak adil menjadi adil, yang tidak sejahtera menjadi sejahtera itu yang dapat kita pahami secara sederhana, tentu sebagai gerakan demokratik menginginkan suatu tatanan msyarakat yang lebih demokratis haruslah menanamkan atau mentransformasikan nilai-nilai demokratis terhadap massa. Hal yang melatar belakangi lahirnya suatu gerakan demokratik ini tentu akibat dari tidak adanya atau terampasnya hak-hak demokrasi rakyat yang selama ini di kebiri oleh rezim melalaui seperti hak demokratis buruh yang selama ini masih sulit dalam menyampaikan pendapat di depan umum dan berorganisasi, begitu juga dengan pemuda mahsiswa yang telah di larang dalam melakukan aktifitas politik dalam kampus melalui regulasi-regulasi yang telah di keluarkan oleh rezim.
Sebagai gerakan demokratik tentu harus memiliki basis massa yang terdidik dan terpimmpin secara IPO dalam mengefektifkan suatu gherakan yang dapat mmempresur rezim sehingga dalam gerakannya dapat menjadi kekuatan massa. Bahkan sebagai aktifis gerakanpun haruslah memegang teguh akan moral gerakan “ rendah hati, setia kawan, jujur berkelas, disiplin, bertanggung jawab dan rela berkorban”.

PEMBAHASAN
Pra Kemerdekaan
Kebijakan Politik etis 1901 di Hindia Belanda telah memberikan angin segar terhadap Bumi Putra / rakyat indoonesia dalam kesadaran menuju kemerdekaan sebuah bangsa yang telah lama tereksploitasi dari penjajahan Belanda, di abad ke-XX ini adalah kebangkitan bumi putra dalam cita-cita kemerdekaan negara yang di tandai dengan lahirnya beberapa organisasi modern, dalam istilahnya Takeshi Shiraisi dalam bukunya “Zaman Bergerak” sebagai titik tolak radikalisasi rakyat jawa. Perkembangan situasi ekonomi sosial politik pada masa itu telah memberikan pelajaran bagi rakyat, sehingga banyak bermunculan sebuah organisasi seperti VSTP, ISDV, SI, BO, Indische Party ( IP ) PKI dan sebagainya. Pada masa politik etis ini pula juga telah banyak mealahirkan para tokoh nasional seperti cokro aminoto, samaun, H. Misbach, soeryo pranoto dan sebagainya sebagai propagandis yang handal dalam yang bekerja di tengah massa untuk melakukan sebuah perlawanan terhadap kolonial dengan berbagai macam media yang di gunakan seperti membuat terbitan-terbitan pemogokan-pemogokandalam melakuakan perjuangan. Pada masa ini teori marxisme adalah suatu pemikiran yang baru dan memberikan sumbangsih sangat besar terhadap massa rakyat dalam melakukan perjuangan dan membebaskan dirinya dari belenggu ketertindasan, maka tidak heran heran jika banyak para tokoh yang progresif dalam memimpin perjuangan massa dengan senjata marxis, selain itu di indonesia pemikiran islam / islamisme turut mempengaruhi akan kemerdekaan lebih lanjut.
Sebagai titik tolak perlawanan rakyat pada masa itu meletus sebuah pemberontakan yang berpuncak pada tahun 1926 di jawa dan awal tahun 1927 di sumatra. Perlawanan rakyat tersebut di pimpin oleh Partai Komonis Indonesi yang mana telah melakukan pertemuan di Prambanan dalam melakuakn perlawanan terhadap rezim. sehingga akibat pemberontakan tersebut banyak para tokoh komunis dan tokoh nasional di buang ke pengungsian. Perkembangan selanjutnya akibat pemberontakan tersebut meminjam istilah Soekarno sebagai batu alas akan kesadaran rakyat akan cita-cita kemerdekaan dan nasionalisme, sehingga melahirkan supah pemuda 1928 sebagai pemersatu dari beberapa organisasi pemuda yang tesebar di nusantara.
Pada masa penjajahan Fasisme Jepang ( 1942-1945 ), akibat dari kuatnya represifitas dan bengisnya tentara jepang terhadap bangsa ini telah mengakibatkan krisis dalam tubuh pergerakan, akan tetapi para tokoh pergerakan tidak ambil diam atas situasi tersebut dengan semangat kemerdekaan inilah para aktifis gerakan banyak melakukan pergerakan di bawah tanah “ Under Ground “ untuk terus mem-pressure kekuatan jepang dengan wadah persatuan seperti GERINDO.
Upaya pembebasan nation dari penjajahan belanda maupun jepang telah lama dimulai, namun usaha-usaha perjuangan ini menuai kegagalan adapun faktor penyebabnya, yaitu;
• Bersifat kedaerahan/primordial
• Bercorak feudal
• Mengandalkan tokoh pemimpin
• Berkarakter sporadik
• Tidak ada senjata yang kuat
• Belum mengenal organisasi modern
• Belum ada kepemimpinan klas revolusioner

Masa Orde Lama
Tentu daripada evaluasi diatas dapat kita lihat bahwa kemerdekaan Indonesia –pada tanggal 17 Agustus 1945 belumlah selesai, perjuangan pergerakan demokrasi rakyat ini tentu sangat panjang dengan kemerdekaan yang telah dicapaiternyata masih menyisakan beberapa persoalan hal ii dapat kita lihat dengan adanya perjanjian KMB yang telah mengembalikan Indonesia dibawah kontrol atau cengkeraman imperilaisme Belanda.
Sementara rakyat Indonesia telah bersiap diri mempertanhankan republik Indonesia yang ini banyak bermunculan dan menjamurnya organisasi-organisasi gerakan massa. Seperti pada tanggal 10 November 1945 berdiri Pesindo yang selanjutnya berubah menjadi Pemuda Rakyat pada tahun 1950, pada tanggal 25 November 1945 lahir sebuah organisasi BTI, SOBSI, CGMI, GERWANI yang kesemua organisasi tersebut kemudian berafiliasi dengan PKI. Pada tahun 1948 terbentuk sebuah Front Demokrasi Rakyat yang berisikan PKI, Partai Sosialis pimpinan Amir Syariffudin, dan Partai Buruh Indonesia pimpinan Setiajid serta ormass demokratik lainnya, yang pada perkembangan selanjutnya ketiga partai tesebut melakukan fusi menjadi PKI sebagai partai pelopor gerakan demokratik. Sampai pada pembentukan Front Persatuan Nasional yang dipimpin oleh Soekarno dengan poros nasakom yang mana front tersebut melancarkan gerakan pembebasna nasional dengan mengganyang Amerika Serikat dan sekutunya serta sisa-sisa feodalisme di dalam negeri.
Agenda-agenda revolusioner yang dilakukan oleh gerakan burh, gerakan tani, gerakan pemuda mahasiswa, gerakan wanita berlangsung pasng dan dinamis dalam menuntaskan revolusi Agustus 1945. Namun hal ini menuai hambatan dengan adanya serangan dari gerakan kontra revolusi/ kaum reaksioner militer Angkatan Darat dengan konsep jalan tengah A.H Nasution, yang berbuntut pada pembantaian masal rakyat komunis Indonesia pada tahun 1965 hingga 1968 dengan menelan korban kurang lebih 3 juta jiwa manusia , yang ini telah menghancurkan baik infrastruktur maupun suprastruktur bangunan organisasi gerakan progresif revolusioner, serta menjadi titik balik atas matinya sebuah demokrasi dengan naiknya tampuk kekuasaan orde Baru yang dipimpin oleh rezim otorite militeristik fasistik kapitalistik Soeharto.
Hal yang dapat kita lihat dari kekalahan gerakan progresif revolusioner ini dalam melakukan perjuangannya tentu telah memberikan pelajaran bagi kita sebagai generasi muda dalam melanjutkan gerakan pembebasan saat ini, hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa evaluasi yang mana gerakan demokratik pada masa itu terjangkit penyakit subyektivisme, avonturisme dan oportunisme.

Masa Orde Baru
Sejak naiknya Soeharto dan AD ketampuk kekuasaan Orde Baru maka matilah demokrasi Indonesia. Sementara gerakan mahasiswa yang di konsolidasikan meliter dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) kemudian di khinati oleh pera elit politik AD, lantas perkembangan selanjutnya pada tahun 1970-an protes-protes barisan sakit hati di gawangi oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) yang berbuntut pada kebijakan NKK/BKK tahun 1979, yang melarang mahasiswa berorganisasi dan berpolitik setelah melancarkan penolakan terhadap produk-produk kapitalis jepang (Peristiwa MALARI 1974) yang di anggap mengancam kekuasaan ORBA.
Dekade 1980-an usaha melakuakan perlawanan didomonasi oleh NGO/LSM sampai pada masa 1990-an barulah gerkan-gerakan rakyat demokratik mulai di organisasikan oleh kaum-kaum intelektual mahsiswa. Berawal dari pergulatan teori melalui forum-forum diskusi berkembanglah komite-komite aksi yang bermula di Gang Rodhe-Jogjakarta yang pada perkembangannya meluas keseluruh penjuru tanah air membentuk organisasi-organisasi gerakan demokratik. Segala bentuk-bentuk perjuangan dari mulai propaganda-propaganda untuk membangun kesadaran massa hingga mobilisasi massa dengan aksi-aksi demonstrasi, yang memuncak pada bulan Mei 1998 dengan bergulirnya reformasi yang telah menggulinggkan kekuasaan orde baru di bawah rezim otoriter Soeharto. Gagapgempita gerakan demokratik banyak dio meriahkan oleh gerakan mahasiswa akan tetapi tida sedikit pula gerakan-gerakan massa dari sector buruh, tani dan rakyat tertindas lainnya. Catatan sejarah reformasi yang lahir dari gelombang massa gerakan demokratik belumlah mampu memberikan angina segar perubahan pada tatanan masyarakat yang demokratis kerakyatan, karena telah di telekung oleh kaum-kaum reformis gadungan yang melanggengkan kembali kekuasaan elit borjuasi komprador.

Evaluasi Kritis Gerakan Demokratik Indonesia
Beberapa catatan sejarah yang telah kita lihat di atas dalam perkembangan gerakan demokratik Indonesia masih mengalami berbagai macam kegagalan, maka usaha dan upaya dalam melakukan suatu hal yang tak terelakkan dari kita untuk mengerjakan beberapa kesalahan dan kegagalan dalam perjuangan dengan membangun serikat kita dengan kekuatan basis massa yang kuat dan utuh dalam satu kesatuan perjuangan pembebasan nation serta menegakkan demokrasi rakyat. Dengan mempelajari kesalahan-kesalan terdahulu menjadi landasan pemikiran kita agar kemudian tidak mengulangi kembali, dan merencanakan strategi taktik gerakan maupun pekerjaan bagi kaum gerakan dalam menjawab kebutuhan umum di sector rakyat, hingga mengkonstruksi ulang bangunan organisasi baik infra maupun supra strukturnya menjadi satu kesatuan teoritis dan praksis para aktifis gerakan dalam kerja sehari-hari.
Persoalan dalam gerakan demokratik hingga saat ini masih sama yang mana sejak Orba peranan gerakan demokratik masih di dominasi oleh gerakan mahaiswa artinya belum ada kepemimpinan dari klas yang termaju yaitu kekuatan terpokok dalam merubah keadaan yaitu kelas proletar, padahal kalau kita yakini dalam mewujudkan sebuah pembebasan nation tentu harus di lakukan oleh sector terpokok dan termaju yaitu kekuatan buruh dan tani dalam mewujudkan sebuah perubahan. Selain itu juga yang menjadi persoalan gerkan demokratik hari ini dalam meletakkan stratak perjuangan dalam mewujudkan perubahan masih terdapat perdebatan yang alot di antara organisasi massa ataupun partai politik gerakan demokratik, apakah dalam strategi perjuangan dalam pembebasan nation ini harus melaluai jalan electoral parlementer atau dengan ekstra-parlementer gerakan massa artinya dengan memperkuat basis-basis massa dalam melakuakan perjuangan.
Permasalahan terfragmentasinya gerakan demokratik yang terpecah belah dalam perjuangannya dan sulitnya dalam membangun sebuah persatuan yang kokoh, hal tersebut karena eksistensi dan pikiran-pikiran para pemimpinnya yang terjangkit penyakit heroisme dan kepala batu dalam berpolitik mengakibatkan sulitnya terbangun sebuah front persatuan secara hakiki dalam perjuangan pokok massa.
Sementara, tingkat perkembangan gerakan demokratik yang masih surut dalam melancarkan gelombang perlawanan massa, dapat menjadi analisa kritis atas merosotnya kuantitas massa serta kualitas perjuangan yang lemah. Perjuangan internal menuju konsolidsasi gerakan demokratik telah menjadi kebutuhan mendesak pada hari ini dalam tubuh gerakan, yang ini tentunya dengan memperkuat basis massa dengan memassifkan pengorganisiran dan melakukan perjuangan-pejuangan konkrit sehingga memiliki pengaruh secara politik atau menjadi mimpi buruk rezim, hal ini tentunya sudah menjadi pegangan bagi kalangan aktivis gerakan dalam memegang teguh keyakinan moral gerakan dengan mengibarkan panji-panji perlawanan dan meningkatkan militansi dalam melakukan kerja-kerja gerakan yang progresif demokratis dalam perjuangan pembebasan nasional melawan imperialisme beserta para kompradornya yang sedang berkuasa.



* * *
“Long Live People Struggles”